TEMPO.CO, Jakarta – Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa tingkat diabetes global pada orang dewasa telah meningkat dua kali lipat selama tiga dekade terakhir, yang berdampak pada lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Dikutip dari Anadolu, menurut studi inovatif yang diterbitkan dalam The Lancet itu, analisis global pertama mengenai tingkat dan pengobatan diabetes di seluruh negara telah mengungkap adanya peningkatan signifikan dalam prevalensi diabetes, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Dilakukan oleh para ilmuwan dari NCD Risk Factor Collaboration (NCD-RisC) bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), studi tersebut menganalisis data dari lebih dari 140 juta orang berusia 18 tahun atau lebih, yang dikumpulkan melalui lebih dari 1.000 studi di seluruh dunia.
Adapun temuan penelitian menunjukkan bahwa tingkat diabetes pada orang dewasa meningkat dari sekitar 7% pada tahun 1990 menjadi 14% pada tahun 2022, suatu lonjakan yang oleh para ahli dikaitkan sebagian besar dengan perubahan gaya hidup, meningkatnya obesitas, dan meluasnya kesenjangan kesehatan.
Salah satu temuan yang paling menonjol adalah konsentrasi kasus diabetes hanya di beberapa negara meliputi: India yang saat ini memiliki jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia, mencakup lebih dari seperempat kasus global, atau sekitar 212 juta orang.
Cina menyusul dengan 148 juta kasus, sementara Amerika Serikat dan Pakistan masing-masing memiliki 42 juta dan 36 juta kasus. Kemudian ada Indonesia dan Brasil menambahkan 47 juta kasus lainnya.
Keenam negara tersebut menyumbang lebih dari separuh populasi diabetes dunia, yang menggarisbawahi adanya disparitas regional yang signifikan dalam tingkat diabetes dan akses terhadap pengobatan yang efektif.
Selain data peningkatan kasus Diabetes, studi ini juga menyoroti perbedaan antara diabetes tipe-1 dan tipe-2. Diabetes tipe 1, gangguan autoimun di mana tubuh menghancurkan sel-sel penghasil insulin di pankreas, lebih jarang terjadi. Sebaliknya, lebih dari 95% penderita diabetes menderita diabetes tipe 2, gangguan metabolisme yang dapat dicegah yang mengganggu kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin secara efektif.
Meskipun faktor genetik berkontribusi terhadap risiko diabetes tipe-2, faktor-faktor seperti obesitas, pola makan yang buruk, dan kurang olahraga juga merupakan penyebab utama.
Meningkatnya angka diabetes menunjukkan tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan, terutama bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana infrastruktur perawatan kesehatan sering kali kurang siap untuk menangani penyakit kronis.
Diabetes di Indonesia
Sementara itu, pemerintah Indonesia mengejar sejumlah upaya pencegahan preventif dalam penanganan diabetes, seperti memastikan 90 persen masyarakat, terutama yang berisiko, mendapatkan skrining diabetes, dan memastikan 60 persen terkendali kondisi diabetes melitusnya guna mencegah kematian.
“Saat ini baru 1 dari 4 penyandang diabetes yang terdiagnosis mengakses layanan pengobatan dan hanya 17,9 persen penyakitnya terkendali pada usia produktif dan 21,9 persen pada usia lanjut berdasarkan SKI 2023,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, 14 November 2024 dikutip dari Antaranews.
Dalam pernyataannya terkait Hari Diabetes Sedunia, Nadia menyebutkan bahwa diabetes merupakan salah satu penyakit gangguan metabolik dengan prevalensi tertinggi di dunia.
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) Diabetes Atlas tahun 2021, kata dia, saat ini terdapat 537 juta orang berusia 20-79 tahun di dunia yang menderita diabetes atau 10,5 persen dari total penduduk pada usia yang sama. Angka ini, sambung Nadia, diperkirakan akan semakin meningkat hingga mencapai 643 juta (11,3 persen) pada tahun 2030 dan 783 juta (12,2 persen) pada tahun 2045.
Menurut Nadia, tantangan besar dalam pengendalian diabetes yaitu penyakit diabetes belum sepenuhnya terdiagnosis di masyarakat. Dia menyebutkan, 3 dari 4 orang dengan diabetes tidak tahu bahwa dirinya menderita diabetes, sehingga penyakitnya sering ditemukan pada tahap lanjut atau sudah disertai dengan komplikasi.
Selain skrining, ia mengatakan bahwa Kemenkes juga mengembangkan berbagai program untuk menanggulangi diabetes, salah satunya peningkatan deteksi dini dan pengobatan melalui fasilitas layanan kesehatan, seperti puskesmas dan posyandu.
Pihaknya juga mempromosikan dan memberi edukasi tentang gaya hidup sehat, guna menekan angka kasus baru dan membantu pasien mengelola diabetes dengan lebih baik.
NI MADE SUKMASARI | ANADOLU | ANTARANEWS
Pilihan editor: Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Berisiko Dua Kali Lipat Alami Depresi