Muscle dysmorphia adalah salah satu bentuk gangguan citra tubuh (body image disturbance) yang ditandai dengan obsesi bahwa tubuh seseorang tidak cukup berotot atau ramping. Menurut American Psychiatric Association, gangguan ini dapat mengganggu fungsi sehari-hari, seperti memprioritaskan pola makan ketat dan olahraga berlebihan hingga mengorbankan waktu untuk bersosialisasi.
Penelitian ini menemukan bahwa laki-laki yang sangat peduli pada jumlah “like” dan komentar di postingan mereka lebih rentan terhadap gejala muscle dysmorphia. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya sekadar platform berbagi konten, tetapi juga sumber validasi sosial yang dapat memengaruhi persepsi diri seseorang.
Tekanan Standar Tubuh Online
Dr. Luigi Donnarumma, peneliti utama studi ini, menjelaskan bahwa selama ini perhatian lebih banyak tertuju pada perempuan, tetapi tekanan standar tubuh ideal juga berdampak besar pada laki-laki. “Pria sering terpapar standar tubuh hiper-maskulin secara online, terutama melalui konten kebugaran dan selebriti,” ujar Donnarumma.
Postingan dengan jumlah like dan komentar positif yang tinggi memperkuat persepsi bahwa tubuh berotot adalah standar yang harus dicapai. Akibatnya, banyak pria merasa tertekan untuk mengikuti pola hidup yang tidak sehat, seperti olahraga berlebihan, makan yang sangat terbatas, hingga penggunaan steroid.