TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom dan pengamat kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, meminta Presiden Prabowo Subianto berhati-hati bila memutuskan mengubah skema subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Menurutnya, perubahan skema ini memang terlihat sebagai langkah progresif untuk mewujudkan subsidi tepat sasaran namun mengandung banyak masalah.
“Tidak semua masyarakat miskin terdaftar atau memiliki akses mudah terhadap sistem bantuan tunai. Sehingga, berpotensi menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan baru,” kata Achmad melalui keterangan tertulis, Selasa, 5 November 2024.
Selain itu, menurut Achmad, bantuan dalam bentuk BLT umumnya merupakan bantuan sementara dan jangka pendek. Artinya, skema ini tidak menjamin solusi jangka panjang untuk menghadapi kenaikan harga berkelanjutan.
“BLT juga rentan terhadap inflasi,” kata Achmad.
Artinya, Achmad melanjutkan, begitu harga barang pokok naik, daya beli bantuan tersebut malah turun. Walhasil, pemerintah mau tidak mau meningkatkan nominal bantuan agar tetap relevan. Dampaknya, beban fiskal berpotensi menjadi lebih besar.
“Apalagi jika kenaikan harga berlangsung dalam waktu lama,” kata dia.
Achmad juga mengingatkan pemerintah bahwa BLT rentan disalahgunakan. Pengawasannya, terutama di daerah terpencil, juga cenderung lebih sulit.
“Bila pemerintah mau menggunakan skema ini, transparansi data penerima BLT dan sistem pengawasan yang efektif sangat diperlukan untuk memastikan bantuan benar-benar tepat sasaran,” tutur Achmad.
Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan pendukung untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok lainnya. Setidaknya, memastikan tidak ada kenaikan harga BBM yang pada akhirnya merembet ke sektor lain dan mempengaruhi biaya hidup masyarakat.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto sedang menyiapkan aturan baru terkait pemberian subsidi BBM. Ia membentuk Tim Khusus Subsidi yang dipimpin Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mencari bentuk subsidi yang tepat sasaran. Penasihat Khusus Presiden Urusan Ekonomi Bambang Brodjonegoro lantas mengusulkan adanya perubahan skema subsidi BBM menjadi BLT.
Ia menilai perlunya perubahan skema subsidi ini dikarenakan subsidi BBM saat ini tidak lagi efektif, bahkan cenderung kurang tepat sasaran. Mengutip Antara, Bambang menilai penggunaan skema subsidi lewat BLT untuk disalurkan langsung ke keluarga yang membutuhkan akan jauh lebih efektif. Sementara skema subsidi BBM yang berjalan saat ini justru kerap dinikmati oleh masyarakat yang mampu.
Bambang mengatakan bahwa dengan skema BLT, masyarakat diharapkan tidak khawatir mengenai risiko daya beli masyarakat yang bakal menurun. Menurutnya, bantuan langsung dari pemerintah mampu menjaga daya beli masyarakat agar tidak terganggu sehingga meminimalkan risiko terjadinya inflasi.