Dunia

Peternak Sapi di Boyolali Terpaksa Buang Puluhan Ribu Liter Susu, Kenapa?

5
×

Peternak Sapi di Boyolali Terpaksa Buang Puluhan Ribu Liter Susu, Kenapa?

Share this article


TEMPO.CO, Boyolali – Puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, dalam beberapa waktu terakhir ini terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Hal itu lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu itu.

Pada Jumat pagi, 8 November 2024, sekitar pukul 08.00 WIB, sejumlah peternak dan pengepul susu bahkan membagi-bagikan susu secara gratis kepada warga di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Hanya dalam waktu sekitar 15 menit, sebanyak 500 liter susu ludes diberikan kepada warga sekitar lokasi. 

Lalu pada sekitar pukul 09.00 WIB, sekitar 30 peternak dan pengepul susu dari berbagai kecamatan di Kabupaten Boyolali mendatangi Kantor Dinas Peternakan wilayah itu untuk mengadukan permasalahan yang sedang mereka alami. Mereka juga meminta izin untuk membuang stok susu yang tidak bisa dikirimkan ke pabrik atau IPS.

Salah seorang peternak dan pengepul susu sekaligus Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KSPM) Seruni, Boyolali, Sugianto mengemukakan yang dialami peternak dan pengepul susu di wilayah itu sama dengan yang dialami para peternak dan pengepul susu di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ia menjelaskan koperasinya masuk di NSP Pasuruan, Jawa Timur yang memasok susu untuk salah satu IPS di Jakarta. 

Sugianto mengungkapkan pembatasan kuota sebenarnya sudah dilakukan sejak sekitar September 2024 lalu. Berdasarkan informasi dari pihak pabrik atau IPS, membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari kalangan peternak lokal itu karena alasan pemeliharaan mesin. 

Selama dua minggu terakhir ini pihaknya terpaksa membuang stok susu yang tidak terserap di pabrik atau IPS. 

“Alasannya (pabrik atau IPS membatasi penerimaan pasokan susu) satu, maintenance mesin. Padahal tidak mungkin itu,” ungkap Sugianto saat ditemui wartawan di sela-sela audiensi peternak dan pengepul susu dengan jajaran Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali hari ini.

Ia menduga pembatasan penerimaan pasokan susu oleh pabrik atau IPS itu lantaran ada kebijakan impor susu yang diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan. “Indikasi yang terjadi di lapangan sekarang ini adalah karena keran impornya dibuka oleh Menteri Perdagangan,” kata dia.

Sugianto berharap pemerintah lebih memikirkan nasib para peternak dan produsen susu lokal atau dalam negeri ketimbang melakukan impor. Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan susu nasional sebetulnya dapat dipasok oleh para peternak lokal. 

“Untuk memenuhi kebutuhan susu nasional pun kami sudah siap supply, walaupun kurang. Kasihan peternak kalau kami hari ini setop untuk masuk cooling, otomatis kalau dari peternak kami setop, lalu peternak mau jual susu ke mana?” ucap dia. 

Koperasinya, ujar Sugianto, membawahi sekitar 800 peternak dapat memproduksi hingga 10 ton atau 10 ribu liter susu dalam sehari. Dalam kurun waktu sekita 2 minggu terakhir ini total susu yang terbuang mencapai 33 ton atau 33 ribu liter. Ia menyebut jika dihitung nilai kerugian yang ditanggung koperasinya mencapai ratusan juta rupiah.

Hal senada disampaikan peternak sekaligus pengepul susu lain dari Kecamatan Taman Sari, Boyolali, Wartono. Ia membuang susu selama lima hari terakhir.

“Untuk produksi susu saya kemarin total mengumpulkan 2.200 liter, dari saya sendiri 120 liter. Biasa kirim ke Salatiga di Getasan itu sekitar 1.000 liter per hari, sekarang hanya diberi kuota 250 liter per hari. Adapun yang saya kirim ke KPSM dari biasanya kuota 1.400 liter, cuma dikasih 900 liter. Kelebihannya ya saya buang,” katanya. 

Wartono memperkirakan nilai kerugian yang ditanggungnya karena persoalan ini bisa mencapai ratusan juta rupiah. Ia pun berharap pemerintah segera memberikan solusi mengingat permasalahan itu menyangkut nasib para peternak. “Saya berharap pemerintah membatasi impor susu biar susu dari petani se-Boyolali bisa terserap di IPS,” katanya. 



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *