TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Kesehatan mengatakan pemuda merupakan bagian penting dalam upaya mencegah kenaikan prevalensi merokok. Jumlah pemuda yang banyak, kolaborasi, ruang berekspresi yang luas, maka kepentingan kemanusiaan yang dibutuhkan masyarakat dapat disuarakan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan tantangan terkait prevalensi merokok akan semakin berat. Contohnya banyaknya kafe yang didukung oleh merek-merek rokok elektronik.
“Artinya sekarang terus industri mencari bagaimana supaya kalau sekarang pakai rokok konvensional, karena sudah begitu banyak larangannya, sekarang pakai rokok elektronik,” katanya dalam Indonesian Youth Summit on Tobacco Control (IYSTC) ke-3 di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024.
Bahkan di luar negeri, rokok elektrik dipaketkan dengan game. Jadi selain bisa untuk diisap, bisa juga untuk bermain. Dalam lima tahun, angka perokok di bawah umur 10 tahun hanya turun sekitar 1,9 persen, yang dinilai sangat sedikit. Sementara itu, jumlah orang yang mulai merokok pada usia 20-24 tahun naik 3,3 persen dalam lima tahun.
Dampak ekonomi dan kesehatan
Nadia menjelaskan sejumlah dampak ekonomi dan kesehatan merokok. Pada keluarga penerima bantuan, 12,34 persen pengeluaran adalah untuk rokok. Sementara untuk lauk pauk seperti ikan, udang, cumi, hanya 8,5 persen dan untuk sayur dan buah-buahan hanya 4 persen.
Kemudian, ada 7.000 zat karsinogenik dalam rokok. Kombinasi kurangnya makanan yang sehat serta paparan zat karsinogenik yang terus-menerus membuat anak dapat mengalami stunting. Karena itu, yang bisa dilakukan sekarang adalah mencegah agar perokok usia remaja dan muda tidak bertambah karena yang sudah kecanduan sulit dibuat berhenti.
Menurut Nadia, suara para pemuda sangat penting dalam upaya menekan prevalensi merokok, di mana anak-anak muda meminta hak-haknya untuk hidup lebih sehat dan memastikan pada 2045 bonus demografi benar-benar dirasakan manfaatnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Heryawan, menyebut pemuda adalah satu bagian dari perjuangan secara keseluruhan untuk membuat, mengawasi, dan mengevaluasi kebijakan pengawasan rokok.
“Kalau memang ada celah (kebijakan), kita juga enggak boleh malu dan ragu untuk melakukan revisi,” kata Netty.
Selain kebijakan, dia menilai perlunya perubahan perilaku mengingat anak mulai merokok karena mencontoh orang tuanya. Karena itu, dia mengapresiasi inisiatif Presiden Prabowo Subianto yang membentuk Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang dapat menjadi upaya menangani hal itu.