TEMPO.CO, Jakarta – Pakar tumbuh kembang pediatri sosial Prof. DR. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K) mengatakan zat besi adalah salah satu mikronutrien penting untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga perlu diperhatikan kecukupannya.
“Keseimbangan zat besi positif, sekitar 1 mg asupan zat besi per hari, arena sekitar 10 persen zat besi makanan diserap, 8-10 mg zat besi makanan harus dikonsumsi setiap hari,” kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu di Jakarta, Selasa, 26 November 2024.
Rini juga menjelaskan zat besi merupakan nutrien yang diperlukan untuk menjalankan berbagai proses enzimatik tubuh seperti pembentukan hormon, metabolisme seluler, hingga sintesis DNA. Zat besi dalam tubuh juga bermanfaat untuk proses aliran oksigen. Kemudian yang tak kalah penting, zat besi juga berperan dalam perkembangan dan pembentukan saraf pusat.
“Program tubuh kita yang mengendalikan sebenarnya otak. Otak itu terbentuk sejak kehamilan trimester pertama. Jadi, kalau calon pengantin anemia dan selanjutnya hamil, zat besinya masih kurang, dia tidak bisa membantu pertumbuhan sel-sel ke otak pada masa janin,” papar Rini.
Menurutnya, anemia defisiensi zat besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling umum. Kondisi ADB berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak.
“Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya dapat menjadi permanen. Hal ini dapat terjadi karena zat besi tidak hanya penting untuk membawa oksigen dalam darah tetapi juga memiliki peran krusial dalam sistem kekebalan tubuh,” ujarnya.
Kurang zat gizi mikro
Ia mengatakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan ADB pada anak Indonesia adalah kurangnya zat gizi mikro dan konsumsi makanan kaya zat besi. Faktor risiko lain yaitu tidak ada pedoman atau peraturan untuk skrining rutin status zat besi, terutama pada anak, sehingga perlu intervensi dari bidan sebagai pelayan kesehatan dasar untuk ibu dan anak.
Menurut Rini, pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) penting dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Apabila ditemukan anemia maka perlu dicari penyebab dan jika perlu dirujuk. Selain mengupayakan skrining defisiensi zat besi sejak dini, nutrisi dengan fortifikasi zat besi sebagai pendamping ASI dapat membantu memenuhi kebutuhan zat besi sehingga mengurangi risiko anemia pada anak.
“Kalau anak sudah mengalami ADB, pasti cadangan besinya kurang. Ini bisa mempengaruhi hormon pertumbuhan. Adapun hormon pertumbuhan berkaitan dengan penambahan tinggi badan. Jadi kalau ada anak perawakan pendek, jangan lupa kita cek apakah Hb-nya normal dan kalau bisa menilai juga cadangan besinya karena zat besi mempengaruhi hormon-hormon pertumbuhan dalam tubuh,” paparnya.