TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan pergantian Direktur Utama hingga Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) yang diisi oleh para petinggi Partai Gerindra, dapat membuka celah korupsi. Selain itu, kata dia, hal tersebut juga mengakibatkan adanya konflik kepentingan.
“Nah, cuma kalau menurut saya ini penempatan orang partai di posisi penting Dirut dan Komut ini saya kira akan menimbulkan conflict of interest, konflik kepentingan,” kata Fahmy saat dihubungi Tempo pada Selasa, 5 November 2024.
Menurut dia, dua hal itu merupakan suatu penyimpangan dari komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi yang masih kerap terjadi di Indonesia. Fahmy menganggap posisi direktur utama dan komisaris yang diisi para petinggi Partai Gerindra justru bertentangan dengan komitmen itu.
“Dengan menempatkan orang partai, orang dekatnya Prabowo ini ini justru tidak sesuai dengan komitmennya Prabowo seperti itu ya,” ucap dia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa konflik kepentingan tidak hanya terjadi di dalam internal partai Gerindra. Termasuk, kata dia, konflik itu juga bakal terjadi di dalam korporasi Pertamina yang dua posisi itu ditempati oleh para politikus.
“Iya, saya kira itu akan ada konflik kepentingan gitu ya, konflik kepentingan partai dengan kepentingan korporasi,” tutur dia.
Dia mengatakan, konflik tersebut dapat terjadi karena suatu kepentingan yang sedang diperebutkan. Sehingga, lanjut dia, hal tersebut juga menyebabkan terbukanya celah untuk melakukan korupsi.
Iklan
“Misalnya kemudian juga dengan menempatkan sekaligus di direksi dan juga komisaris ini kan membuka akses atau peluang korupsi di dalam tadi gitu,” kata dia.
Sementara itu, ia menjelaskan tentang peran dan fungsi yang dilakukan oleh direktur utama serta komisaris di suatu lembaga perusahaan. Menurut dia, dua posisi itu memiliki fungsi dan peran yang berbeda dalam menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.
“Kan komisaris itu mengawasi, kalau komisarisnya itu dari partai yang sama dengan dirutnya, barang kali akan sulit untuk melakukan fungsi pengawasan tadi,” ujar dia.
Dengan demikian, lanjut dia, jika posisi direktur utama dan komisaris utama diisi dari partai yang sama, kemungkinan bakal terjadi konflik kepentingan. Sehingga, kata dia, hal tersebut justru mengorbankan perusahaan Pertamina hingga Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
“Nah ini akan lebih mempermudah dalam hal penyimpangan atau juga drama korupsi. Sehingga ini mengorbankan Pertamina ini yang akhirnya BUMN hanya jadi sapi perah saja,” tutur dia.