TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini memiliki kewenangan untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan anggotaTentara Nasional Indonesia (TNI) aktif. Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas kewenangan tersebut melalui Putusan Nomor Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diketok pada Jumat, 29 Agustus 2024.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan lembaga antirasuah bakal membahas putusan itu dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. “KPK dengan adanya putusan MK akan melakukan koordinasi dengan Menteri Pertahanan dan juga Panglima TNI untuk menindaklanjuti secara lebih teknis pengaturan pelaksanaannya,” kata Ghufron melalui keterangan tertulis pada Jumat, 29 Agustus 2024.
Menurut Ghufron, selama ini penanganan kasus korupsi yang melibatkan sipil dan militer sering kali diproses secara terpisah. KPK, kata dia, hanya menangani tersangka sipil sementara anggota TNI diproses melalui peradilan militer. “Dalam pelaksanaan jika subyek hukum terdiri dari sipil dan TNI, perkaranya di-split (dibuat terpisah),” kata Ghufron.
Ghufron menilai pemisahan tersebut berpotensi menimbulkan disparitas hukum serta peradilan yang tidak efektif dan efisien. Karena itu putusan MK dapat memperkuat kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi. “Putusan MK ini menegaskan kewenangan KPK utk melakukan proses hukum terhadap perkara koneksitas yang dari awal pengungkapannya dilakukan oleh KPK,” ucap Ghufron.
Pengusutan kasus korupsi yang melibatkan personel TNI oleh KPK sebelumnya pernah menimbulkan polemik. Sebab, lembaga antirasuah dianggap mengangkangi kewenangan militer jika menangani perkara yang melibatkan tentara aktif.
Salah satu contohnya adalah ketika KPK mulai menyidik kasus korupsi di Badan Sar Nasional (Basarnas) pada 2023. Saat itu, KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan bawahannya yang juga merupakan personel TNI sebagai tersangka. Pusat Polisi Militer TNI memprotes langkah tersebut karena mereka menilai Henri dan bawahannya harus diadili secara militer.
Kini, MK telah memutuskan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk mengusut kasus korupsi yang terjadi di ranah militer atau yang melibatkan prajurit TNI sepanjang kasus tersebut ditangani sejak awal oleh KPK. Putusan itu diketok hakim Arsul Sani dalam sidang pada Jumat, 29 November 2024.
Dalam pertimbangannya Arsul Sani menyebut Mahkamah memandang diperlukan penegasan terhadap Pasal 42 Undang-Undang tentang KPK, khususnya dalam perkara korupsi koneksitas. “Penegakan hukum tindak pidana korupsi seharusnya mengesampingkan budaya sungkan, terutama untuk hal-hal yang sudah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan,” kata Arsul saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah, Jumat, 29 November 2024.
Penegasan ini diperlukan. Sebab, kata Arsul, pada persoalan korupsi koneksitas atau korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer terdapat penafsiran yang berbeda-beda di antara para penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 Undang-Undang tentang KPK.