“Dulu kita perokok paling muda di 14 tahun, sekarang kita temukan anak 9 tahun sudah merokok,” ungkap dr. Nadia dalam temu media Bedah Laporan Global ‘Lives Saved’ di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Menurut laporan yang dipaparkan oleh dr. Nadia, 68,6 persen anak dan remaja di Indonesia terpapar asap rokok di dalam ruangan. Pun, pembagiannya seperti 6 dari 10 anak terpapar di rumah, 7 dari 10 anak terpapar di tempat umum, dan 1 dari 2 anak terpapar di sekolah.
Ia pun menambahkan bahwa target Kemenkes adalah untuk menurunkan angka perokok dini. Hal ini bertujuan agar para perokok dini dapat berhenti segera dan tidak berlarut untuk merokok hingga dewasa nanti.
“Jadi kita tidak pada seluruh orang di Indonesia ya, karena kalau yang udah tua-tua sudah agak susah kali ya, tapi pada anak-anak, gimana mencegah anak-anak kita ke depan itu tidak perokok,” jelasnya.
(Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid. Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
Keterjangkauan akses untuk meraih rokok begitu mudah. Inilah yang dikhawatirkan oleh dr. Nadia, baik itu perokok aktif maupun pasif. Data Kemenkes mencatat bahwa 71,3 persen remaja mudah mengakses rokok batangan di warung terdekat atau sekitar sekolah. Dan 60,6 persen perokok remaja tidak dilarang saat membeli rokok.
Kemenkes juga tidak merekomendasikan untuk menggunakan alternatif selain rokok atau yang termasuk dalam Tobacco Harm Reduction (THR). Walaupun, THR merupakan salah satu cara untuk mengurangi kebiasaan dalam merokok.
Baca juga: Penelitian: Rokok Elektrik Bisa Sebabkan Diabetes hingga Hipertensi
Pemerintah sendiri tengah menggunakan peraturan pengendalian penyakit akibat produk tembakau dan rokok elektronik. Ini dimasukkan dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2023, peningkatan kawasan tanpa rokok dan layanan konseling UBM.
Selain itu, dr. Nadia mengatakan perlu adanya kerja sama dengan masyarakat terutama kepada keluarga terkait perokok dini. Hal ini dikarenakan masih banyak keluarga yang mementingkan untuk membeli rokok dibandingkan kebutuhan pangan.