TEMPO.CO, Jakarta – Diabetes Tipe 2 menjadi salah satu penyakit mematikan yang memiliki kasus tinggi di Asia. Biasanya orang-orang menganggap penyakit ini selalu menyerang mereka yang memiliki kondisi kelebihan berat badan padahal orang dengan kondisi skinny fat juga memiliki risiko tersembunyi untuk mengalaminya.
Dr Kyle Tan seorang co-founder sekaligus konsultan di NOVI Health di Singapura memaparkan lebih jelas mengenai hal tersebut.
Dalam tulisannya yang diterbitkan di laman Channel News Asia, Kyle Tan menyebut bahwa orang Asia menghadapi risiko diabetes yang lebih besar meskipun tidak mengalami obesitas. Satu dari tiga orang Singapura berisiko terkena diabetes seumur hidupnya, sementara hampir satu dari 10 orang dewasa hidup dengan diabetes.
Orang-orang Asia mungkin keliru jika menganggap diabetes tipe 2 hanya terkait dengan kelebihan berat badan, seperti yang sering digambarkan di luar Asia. Di permukaan, ini masuk akal – lebih banyak lemak tubuh dapat mengganggu sensitivitas insulin, sehingga tubuh lebih sulit mengelola kadar gula darah – jadi obesitas dapat menjadi titik awal yang berguna untuk mempertimbangkan risiko diabetes.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa orang Asia lebih mungkin terkena diabetes jika indeks massa tubuh (IMT) mereka rendah dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini terjadi meskipun ambang batas IMT mereka rendah: Obesitas didefinisikan sebagai di atas atau sama dengan 27,5 kg/m2 untuk orang Asia, dan 30 kg/m2 untuk orang dewasa non-Asia.
Meskipun BMI telah lama digunakan untuk memperkirakan risiko diabetes dan kondisi metabolik lainnya, namun BMI tidak selalu memberikan gambaran yang lengkap. Salah satu alasan utamanya adalah orang Asia cenderung memiliki distribusi lemak tubuh yang berbeda dibandingkan dengan orang non-Asia.
Seseorang yang tampak langsing bisa jadi memiliki lebih banyak lemak visceral, jenis lemak yang tersimpan di sekitar organ dalam, yang jauh lebih berbahaya daripada lemak subkutan, jenis lemak yang dapat dijepit.
Lemak visceral meningkatkan resistensi insulin secara signifikan. Jadi orang Asia dengan berat badan “sehat” mungkin masih memiliki cukup lemak visceral untuk mengganggu regulasi glukosa normal, yang menyebabkan risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2.
Komunitas medis juga semakin menjauh dari ketergantungan pada BMI sebagai metrik kesehatan semata. Pendekatan yang lebih holistik mencakup melihat pengukuran lain seperti lingkar pinggang, persentase lemak tubuh, dan kadar lemak visceral untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kesehatan metabolisme seseorang.
Diet tinggi karbohidrat, gaya hidup yang tidak banyak bergerak
Sayangnya, kebiasaan budaya dan pilihan gaya hidup memainkan peran besar dalam masalah ini. Seperti di Singapura mislanya, hanya 71,1 persen orang dewasa Singapura yang memenuhi pedoman aktivitas fisik pada 2021.
Mematuhi pedoman ini sangat penting untuk menjaga massa otot yang sehat dan mengatur kadar gula darah. Bahkan kebiasaan yang baik, seperti menekankan keberhasilan akademik, dapat mengorbankan aktivitas fisik yang memadai untuk anak-anak, dan dapat menciptakan kondisi yang mengarah pada peningkatan risiko di kemudian hari.
Selain itu, pola makan merupakan faktor utama lain yang menyebabkan meningkatnya risiko diabetes pada orang Asia: Nasi dan karbohidrat olahan lainnya seperti roti dan roti manis telah menjadi makanan pokok selama beberapa generasi. Dalam konteks saat ini, di mana banyak orang memiliki pekerjaan yang tidak banyak bergerak dan umumnya tidak melakukan aktivitas fisik yang menuntut selain olahraga, mengandalkan makanan dengan indeks glikemik (IG) tinggi ini dapat berbahaya.
Penting untuk diketahui bahwa makanan ini menyebabkan lonjakan kadar gula darah yang cepat, yang jika dikombinasikan dengan kecenderungan genetik terhadap resistensi insulin, dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk mengelola insulin secara efektif.
Kesalahan konsep tentang diabetes dan berat badan
Lebih lanjut, Kyle Tan menjelaskan bahwa orang-orang perlu mengubah narasi seputar diabetes dan berat badan, terutama di masyarakat Asia.
Kebanyakan orang terlalu sering percaya bahwa hanya mereka yang tampak kelebihan berat badan yang berisiko terkena diabetes, sehingga banyak orang yang tampak langsing tidak menyadari bahwa mereka juga bisa rentan.
Faktanya, seseorang yang terlihat kelebihan berat badan sebenarnya bisa saja sehat secara metabolisme jika mereka memiliki massa otot yang baik, distribusi lemak yang sehat, dan tetap aktif. Mereka yang tampak langsing mungkin memiliki risiko lebih tinggi karena faktor-faktor seperti lemak visceral yang tersembunyi dan kurangnya massa otot.
Pencegahan diabetes, termasuk diabetes tipe 2, bukan hanya tentang menurunkan berat badan, tetapi juga tentang meningkatkan kesehatan metabolisme secara keseluruhan. Bagi banyak orang, hal itu dimulai dengan menyadari bahwa kesehatan sejati tidak hanya bergantung pada penampilan.