Gaya Hidup

Mengapa Kopi Keliling Disukai | tempo.co

2
×

Mengapa Kopi Keliling Disukai | tempo.co

Share this article


MEREKA adalah idola baru di ruas-ruas jalan beraspal di Jakarta: pedagang kopi keliling. Saban kali pedagang kopi itu menepi, ada saja penunggang sepeda motor, pengemudi mobil, ataupun pejalan kaki yang menghampirinya.

Lihat saja kesibukan di satu titik di Jalan K.S. Tubun, Petamburan, Jakarta Pusat, pada Ahad, 24 November 2024. Satu per satu pengendara sepeda motor berhenti di samping sepeda listrik yang tersambung gerobak dengan boks tahan dingin itu. Mereka membeli minuman dingin dengan merek Kang Es tersebut.

Syarifudin, pedagang kopi keliling itu, menganggap titik tersebut sebagai lokasi hokinya karena selalu ramai pembeli. Ada pembeli yang suka teh leci, teh hijau, dan cokelat. “Minuman yang jumlah penjualannya paling kencang adalah kopi gula aren,” kata pria 28 tahun itu kepada Tempo.

Kang Es memiliki enam varian minuman. Untuk setiap jenis minuman, Syarifudin membawa delapan gelas. Namun, untuk kopi gula aren, ia biasa mempersiapkan 30 gelas. “Soalnya cepat habis,” ujarnya.

Kang Es merupakan satu dari sekian merek minuman dingin yang dijajakan dengan sepeda listrik di seantero Jakarta. Ada pula label lain, di antaranya Haus, Kopi Rindumu, Kopi Sejuta Jiwa by Janji Jiwa, dan Jago Coffee.

Penjual kopi keliling Kang Es melintas di Jalan KS Tubun, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, 24 November 2024. TEMPO/Ihsan Reliubun

Metode penjualan mereka hampir sama. Minuman dingin disiapkan dalam gelas plastik tertutup. Saat dibeli, plastik penutup minuman dibuka, lalu ditambahkan es batu. Mereka berbeda dari tukang kopi keliling tradisional yang berbekal kopi saset dan air panas—di Jakarta dikenal dengan “Starbucks keliling” atau “starling”.

Rata-rata segelas kopi dingin mereka jual Rp 8.000. Terlepas dari kualitasnya, banderol itu jauh di bawah kopi es yang berseliweran di aplikasi layanan antar makanan, apalagi yang dijual di pusat belanja.

Kopi keliling sejatinya ada sejak 2019. Namun baru ramai selepas masa pandemi Covid-19 di kawasan perkantoran, seperti SCBD di Jakarta Pusat, dan belakangan menjamur di seluruh Jakarta.

Meski sebutannya adalah tukang kopi keliling, mereka pada praktiknya tidak selalu beredar. Cukup cari lokasi yang banyak orang berlalu-lalang dan pastikan gerobak terlihat, pembeli pasti datang.

Syarifudin, misalnya, memilih lokasi di depan Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Lokasi itu bisa dibilang strategis. Sebab, di belakang kantor tersebut ada sekolah menengah atas swasta, sedangkan di depannya ada asrama Brigade Mobil Kepolisian RI dan gereja.

Pada hari kerja, Syarifudin menargetkan para pegawai sebagai pelanggannya. “Biar enggak ngantuk, yang dicari kan pasti kopi,” katanya. Adapun anak sekolah kebanyakan membeli teh leci yang merupakan menu paling murah, yakni Rp 5.000 per gelas. Kelompok pembeli lain adalah pengendara ojek online.

Selemparan batu dari gerobak Syarifudin, masih di Jalan K.S. Tubun, ada Fahri Firdaus, 20 tahun, dengan Jago Coffee. Menu andalannya adalah Kopi Susu Jago. Menurut Fachri, mereka menggunakan kopi robusta dengan campuran susu dan gula aren. Harganya terpampang besar di gerobaknya: Rp 8.000.

Barista Jago Coffee menyeduh kopi di atas sepeda listrik di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Januari 2021. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Sehari-hari, Fahri mengambil dagangannya di depot Jago Coffee di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Gerobak sepeda listriknya diisi 40-50 gelas minuman aneka varian. Durasi kerjanya 4 atau 8 jam. Fahri, lulusan SMA Negeri 13 Tangerang, Banten, memilih waktu kerja yang lebih singkat.

Para tukang kopi keliling itu mendapat komisi 20 persen dari hasil penjualan. Makin banyak produk terjual, komisi makin besar. Fahri mengaku bisa mendapat Rp 3-4 juta per bulan.

Co-founder Kang Es, Hansen Handoko, mengatakan bisnis kopi keliling menguntungkan karena tidak perlu mengeluarkan biaya sewa kios, perawatan bangunan, dan sebagainya. “Juga dapat berpindah tempat sesuai dengan lokasi ataupun jam keramaian,” katanya melalui WhatsApp pada Ahad malam, 24 November 2024.

Menurut Hansen, setiap pedagang Kang Es menjual 80-150 gelas per hari. Perusahaan menyiapkan 300 sepeda listrik bagi pedagang. Ia menolak menyebutkan harganya.

Pria 39 tahun ini mengatakan peluang pasar kopi keliling di Jakarta masih terbuka lebar. “Sebenarnya, modalnya cukup satu sepeda listrik,” ucapnya. Kang Es memulai usaha pada pertengahan tahun ini dengan 300 sepeda untuk mengejar volume penjualan.

Syarifudin menjadi salah satu karyawan Kang Es setelah melihat lowongan kerja di OLX pada Agustus 2024. Mantan pedagang cakwe itu menjalani serangkaian pelatihan. Dari mengendarai sepeda listrik dengan boks tahan dingin sampai menerangkan setiap varian minuman kepada pembeli yang belum mengenal produk mereka.

David Arsad, 20 tahun, merupakan salah satu penggemar kopi keliling. Menu favoritnya adalah salted caramel latte dari Jago Coffee yang berbanderol Rp 10 ribu. Dia mengatakan menu yang sama bisa dihargai Rp 40 ribu di kafe-kafe di mal. “Kualitas tidak berbeda jauh, tapi harga berbeda jauh,” kata karyawan swasta yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman ini.



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *