TEMPO.CO, Jakarta – Seorang siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) di Makassar menjadi korban serangkaian kekerasan seksual yang diduga dilakukan salah satu guru. Kuasa hukum korban, Ambara Dewita Purnama, puncak dari kejahatan itu terjadi pada Senin, 11 November 2024.
Sekitar pukul 14.30 WITA, tante korban yang berinisial HN, 27 tahun, menemukan korban menangis histeris di depan kamarnya. Menggunakan bahasa isyarat, kata Ambara, korban bercerita jika ada laki-laki yang menyingkap bajunya dan melecehkannya. Korban juga menceritakan kepada tantenya ciri-ciri fisik pelaku.
Ambara menjelaskan, pelaku melecehkan korban di ujung koridor sekolah dekat ruang guru. Korban berusaha melarikan diri, tapi ditahan. “Akhirnya ada beberapa bekas cakaran di pergelangan tangan kiri korban,” katanya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 22 November 2024.
Pada Selasa, 12 November 2024, korban dan keluarganya menemui kepala sekolah untuk melaporkan pelecehan itu. Ambara menyampaikan saat itu korban menunjuk sebuah tas yang diduga milik pelaku. Tante korban meminta kepala sekolah untuk memanggil pemilik tas. Seketika guru itu datang korban bereaksi secara histeris dan ketakutan.
Pada saat HN mengonfrontasi guru tersebut, Ambara menyebut kepala SLB melarang keluarga korban menuduh sembarangan. “Jadi kesannya melindungi si terduga pelaku ini menurut keluarga,” ujar Ambara.
Sementara itu terduga pelaku mendadak membela diri meski belum dijelaskan perihal bekas cakaran di tangan korban. Ia juga menantang untuk dilakukan visum. “Bukan saya. Kuku-kuku saya pendek,” ucap Ambara menirukan perkataan guru tersebut yang disampaikan oleh tante korban.
Setelah melihat respons pihak sekolah, HN memutuskan melaporkan guru tersebut atas dugaan kekerasan seksual ke Polrestabes Makassar pada malam harinya.
Ambara menuturkan, HN mencoba meminta keterangan kepada keponakannya pada Rabu, 13 November 2024. Menurut pengakuan korban, pelecehan di koridor sekolah bukanlah kejadian pertama. Korban pernah dipaksa bersetubuh dan dilecehkan di kamar mandi sekolah pada Senin dan Selasa seusai jadwal mengajar guru tersebut. Hal itu membuat korban kerap tidak bersemangat ke sekolah di dua hari tersebut.
Ambara menjelaskan pada saat pembuatan laporan polisi, pelaku dilaporkan dengan dugaan pelanggaran terhadap pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak. Kemudian Polrestabes Makassar mengenakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada tanggal 15 November 2024 berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP).
“Pelaku dijemput dan ditahan kembali dengan status sebagai tersangka pada tanggal 17 November 2024 malam hari,” kata Ambara menerangkan. Hingga berita ini ditulis pada Sabtu, 23 November 2024, penyidik dari Kasubnit I Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polrestabes Makassar, Inspektur Polisi Dua Rahmatia, belum menanggapi pesan dari Tempo.