TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Nasional Haji, Mustolih Siradj, meminta Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat segera menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan kuota jemaah haji 2025. Sebab penyelenggaraan ibadah haji 1446 H tinggal lima bulan ke depan. Kementerian Agama merencanakan penerbangan kloter pertama jemaah haji Indonesia ke Tanah Suci pada Mei tahun depan.
“Artinya, tinggal lima bulan lagi. Namun, Komisi VIII DPR belum menyepakati dan menetapkan besaran BPIH serta terkait dengan berbagai persiapan teknis lainnya, termasuk kuota jemaah haji,” kata Mustolih lewat keterangan tertulis, Jumat, 29 November 2024.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta ini mengatakan penetapan BPIH kemungkinan akan berlarut-larut jika Komisi bidang Agama tidak merealisasikannya di akhir tahun ini. Sebab anggota DPR akan memasuki masa reses pada Desember 2024 hingga Januari tahun depan. Mustolih merujuk jadwal penetapan BPIH 2024, tahun lalu. Saat itu, DPR menetapkan BPIH di akhir November.
Ia khawatir persiapan haji akan singkat jika BPIH tak segera ditetapkan. Kondisi itu berdampak negatif terhadap penyelenggaraan ibadah haji 2025. Di samping itu, calon jemaah haji juga butuh kepastian besaran biaya haji secepat mungkin, sehingga mereka segera melunasinya.
“Bagi calon jemaah bisa banyak yang tidak mampu melunasi karena minim sosialisasi dan mendadak sehingga akan banyak kuota haji yang tidak terserap” ujar Mustolih.
Menurut Mustolih, penyelenggara ibadah haji membutuhkan persiapan matang karena menyangkut berbagai aspek teknis. Persiapan teknis itu meliputi penyiapan dokumen visa, paspor, penerbangan, aspek kesehatan, konsumsi, pemondokan, transportasi, dan manasik. Semua aspek ini membutuhkan biaya.
Ia mengatakan semua komponen biaya itu masuk dalam BPIH. Di samping urusan BPIH, pemerintah dan DPR juga perlu segera menetapkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), yaitu biaya haji yang harus dibayar oleh calon jemaah haji setelah dikurangi dengan subsidi dari nilai manfaat dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Mustolih melanjutkan, penetapan biaya haji sesegera mungkin juga sangat penting, sebab pemerintah mesti mengurus berbagai kontrak, misalnya, pembiayaan hotel di Mekkah dan Madinah, konsumsi, transportasi, kesehatan, biaya pemondokan di Arafah dan Mina. “Ini tidak boleh terlambat,” katanya.
Jika terlambat, kata dia, berisiko lokasi pemondokan jemaah haji Indonesia ditempatkan jauh dari pusat-pusat kegiatan ibadah haji seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan di Mina untuk menuju pelaksanaan ibadah di Jamarat.
Ia mengatakan pemerintah Arab Saudi sendiri menerapkan sistem “first come first serve”, yaitu siapa cepat akan dapat pelayanan lebih awal. Karena itu, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq F. Al Rabiah saat bertemu dengan Menteri Agama Nasaruddin Umar di Mekkah baru-baru ini memberi saran agar kontrak-kontrak untuk kebutuhan jemaah haji Indonesia segera dilakukan. Sebab jika terlambat, negara lain akan mengambilnya.
“Di setiap musim haji, Indonesia dan berbagai negara dari segala penjuru dunia bersaing mendapatkan tempat strategis yang dekat dengan pusat penyelenggaraan ibadah haji,” kata Mustolih.
Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, belum membalas konfirmasi Tempo soal ini. Pada Senin, 11 November lalu, Komisi VIII menjadwalkan pembahasan biaya haji 2025 dengan Menteri Agama Nasaruddin Umar. Tapi rapat kerja itu ditunda karena ketidakjelasan pihak yang bertanggung atas penyelenggaraan ibadah haji.
“Hari ini kita tunda dulu, tidak memberikan kesempatan kepada Pak Menteri untuk membacakan ini. Kalau sudah dibacakan, berarti kami memberi ruang, kecuali di sini ada sebutannya badan dan juga ada badan hadir di depan kita,” kata Marwan dalam rapat kerja dengan Kementerian Agama di kompleks DPR, Jakarta Pusat pada 11 November lalu.
Ketidakjelasan penanggung jawab penyelenggaraan ibadah haji itu karena pemerintahan Prabowo Subianto memisahkan urusan penyelenggaraan ibadah dari Kementerian Agama. Pemerintahan baru membentuk Badan Penyelenggara Haji, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ibadah haji.
Pembentukan lembaga baru tanpa disertai perubahan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah memunculkan masalah baru. Sebab undang-undang tersebut mengatur bahwa penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab Kementerian Agama. Keberadaan Badan Penyelenggara Haji belum diakomodasi dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pilihan Editor : Penyebab Kekacauan Ibadah Haji 2024