Gaya Hidup

Kisah Mark Boyle, Pria Irlandia yang Hidup Tanpa Uang dan Teknologi Moderen

3
×

Kisah Mark Boyle, Pria Irlandia yang Hidup Tanpa Uang dan Teknologi Moderen

Share this article


TEMPO.CO, Jakarta – Uang menjadi salah satu benda yang paling banyak dibutuhkan saat ini. Namun ada yang menganggap, jika tidak disikapi dengan bijak, uang bisa berdampak negatif, mulai dari kejahatan, perselisihan, perusakan alam, hingga konflik dan gangguan mental. Namun apakah manusia bisa melepaskan ketergantungan kepada uang?

Seorang pria Irlandia bernama Mark Boyle pernah melakukan eksperiman sosial tentang hal itu. Ia melawan konsumerisme dengan cara hidup tanpa uang. Aksinya menginspirasi banyak orang hingga pria itu terkenal dan dijuluki The Moneyless Man

Seperti dilansir dari Serena Renner, selama tiga tahun, Boyle hidup sepenuhnya tanpa uang. Ia memenuhi kebutuhan makanan dengan bertani organik, berburu di alam, dan bergantung pada barter serta kemurahan hati komunitas. Melalui gaya hidupnya, Boyle menunjukkan bagaimana hidup sederhana dapat mengajarkan nilai-nilai mendalam tentang hubungan manusia dengan alam dan sesama.

Lulusan jurusan bisnis ini awalnya mengejar karier sukses di bidang ekonomi. Namun, saat bekerja di sebuah perusahaan makanan organik di Bristol, Inggris, ia mulai menyadari dampak negatif uang terhadap hubungan sosial dan lingkungan. Uang, menurut Boyle, menciptakan jarak antara produsen dan konsumen, sehingga banyak orang tidak menyadari kerusakan yang ditimbulkan oleh konsumsi mereka. Sebuah kutipan dari Mahatma Gandhi, “Jadilah perubahan yang ingin anda lihat di dunia,” menjadi titik balik yang mendorong Boyle untuk menjalani hidup dengan nilai-nilai yang ia yakini.

Pada tahun 2008, Boyle memulai eksperimen hidup tanpa uang. Ia menutup rekening bank, memberikan seluruh tabungannya, dan memulai perjalanan baru. Melalui platform Freecycle, ia mendapatkan karavan untuk tempat tinggal. Dalam waktu singkat, ia menemukan lahan pertanian yang mau menampungnya sebagai sukarelawan.

Dilansir dari The Organic College, Boyle awalnya berencana menjalani eksperimen ini selama satu tahun, tetapi akhirnya bertahan hingga tiga tahun karena merasa mendapatkan kebahagiaan yang tak ia temukan sebelumnya. Tantangan utamanya adalah menghadapi ketidakpastian tanpa uang atau jaminan keuangan. Namun, ia belajar bahwa keberanian untuk hidup sesuai prinsip sering kali membawa dukungan tak terduga.

Selama periode itu, Boyle mengandalkan hasil kebun, foraging, dan barter untuk kebutuhan sehari-hari. Ia bahkan pernah “berburu makanan” dari sisa-sisa supermarket di kota. Salah satu kisah lucunya adalah ketika ia menggunakan koran bekas sebagai tisu toilet, hanya untuk menemukan artikel tentang dirinya di halaman tersebut.

Pengalaman itu tidak hanya membentuk dirinya, tetapi juga membantunya menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Ia menyadari bahwa hidup tanpa uang tidak berarti hidup tanpa kenyamanan, melainkan hidup dengan kesadaran yang lebih besar akan apa yang benar-benar dibutuhkan.

Setelah eksperimen ini berakhir, Boyle ingin membagikan pengalaman dan filosofinya kepada orang lain. Dengan royalti dari buku pertamanya, The Moneyless Man, ia membeli sebidang tanah di County Galway, Irlandia. Di sana, ia mendirikan proyek bernama The Happy Pig. Tempat ini dirancang sebagai ruang komunitas gratis untuk belajar tentang permakultur, keberlanjutan, dan pentingnya hubungan manusia dengan alam.

The Happy Pig menawarkan penginapan dan makanan gratis bagi siapa saja yang ingin merasakan gaya hidup sederhana. Boyle berharap tempat ini menjadi titik awal bagi pengunjung untuk mempraktikkan nilai-nilai kedermawanan di tempat lain.

Tidak berhenti di situ, pada 2019 Boyle memulai eksperimen baru: hidup tanpa teknologi modern. Ia meninggalkan ponsel, internet, dan perangkat elektronik lainnya, memilih tinggal di kabin kecil yang ia bangun sendiri tanpa listrik atau air mengalir. Boyle kini menulis untuk The Guardian dengan menggunakan kertas dan pena, yang ia kirim melalui pos.

Bagi Boyle, teknologi adalah bentuk lain dari konsumerisme yang merusak. Ia percaya bahwa alat-alat modern, meskipun terlihat bermanfaat, sering kali mengorbankan lingkungan melalui eksploitasi sumber daya alam dan menciptakan keterasingan manusia dari alam.

MYESHA FATINA RACHMAN | THE ORGANIC COLLEGE | SERENA REENER

Pilihan Editor: Artis Terseret Penipuan Online, Sosiolog: Karena Konsumerisme dan Hedonisme 



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *