TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebutkan potensi ekonomi kawasan konservasi berasal dari pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi sebesar 6,32 gigawatt. Hal ini disebabkan oleh banyaknya gunung berapi yang berada di kawasan konservasi, sehingga potensi panas buminya dapat dimanfaatkan.
Namun Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pengelolaan Kawasan Konservasi Kementerian Kehutanan, Dian Risdianto, mengatakan perlu kehati-hatian untuk pemanfaatan potensi sektor ini. Menurut dia, pemanfaatan potensi panas bumi itu harus didahului dengan kajian menyeluruh terhadap kondisi ekosistem setempat.
“Karena walaupun potensinya besar, misalnya di Kerinci potensi panas buminya besar, tetapi di situ juga merupakan area harimau, jadi akhirnya tidak bisa dimanfaatkan panas buminya,” kata Dian dalam diskusi bertajuk ‘Menakar Potensi Ekonomi Kawasan Konservasi’ di M-Bloc Space, Jakarta, Sabtu, 23 November 2024.
Saat ini, Dian merinci terdapat 4 pemegang izin untuk pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi di kawasan konservasi. Dari total area seluas 325,3 hektare, kapasitas terpasang mencapai 883 Megawatt (MW) yang tersebar di 3 kawasan konservasi, yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, dan TWA Gunung Papandayan.
“Itu sudah memasok listrik untuk kurang lebih 1 juta rumah dengan 900 watt per rumah pada jaringan listrik Jawa, Madura, dan Bali,” kata Dian.
Dian menyatakan bahwa beberapa perizinan masih dalam proses saat ini. Ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam memberikan izin, karena ada berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan, termasuk keberadaan habitat hewan di kawasan konservasi tersebut.
Selanjutnya, Dian juga membeberkan dana pendukung pengelolaan kawasan yang dialokasikan oleh pemegang izin untuk mendukung kegiatan konservasi lahan sebesar Rp 2,8 miliar per tahun. Sementara bonus produksi untuk masyarakat sekitar yang disetor pemegang izin ke kas Pemda kurang lebih sebesar Rp 49 miliar per tahun.
“PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sektor ESDM kurang lebih 1,6 triliun disetor oleh pemegang izin ke kas negara dengan pencatatan sebagai pendapatan negara sektor ESDM,” katanya.
Selain panas bumi, Kementerian Kehutanan mengatakan bentuk pemanfaatan kawasan konservasi juga bisa lewat jasa lingkungan wisata alam, energi, dan air, serta jasa lingkungan karbon. Dian mengatakan potensi ekonomi ini harus dikelola agar tetap berkelanjutan. Karena itu, penting untuk menentukan zona atau blok pemanfaatan sekaligus rencana pengelolaannya.
“Kurang lebih ada 564 unit kawasan konservasi dengan luas 27 juta hektare. Paling banyak sekarang statusnya cagar alam. Prinsip pengelolaan kawasan konservasi salah satunya adalah pemanfaatan yang pasti berkelanjutan,” katanya.