TEMPO.CO, Jakarta – Salah satu gangguan kesehatan yang dapat dialami sebelum, selama, atau setelah persalinan adalah eklamsia. Pada umumnya, eklamsia merupakan bentuk komplikasi parah dari preeklamsia yang ditandai tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urine. Eklamsia dapat terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan serta dapat membahayakan ibu hamil.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Cirebon dengan alamat website idicirebon.org berkolaborasi dengan IDI Garut dengan alamat website idigarut.org dan menjelaskan penyebab utama eklamsia belum sepenuhnya dipahami. Namun, biasanya kondisi ini terkait adanya penyakit riwayat keluarga atau keturunan.
IDI juga menjelaskan perbedaan mendasar antara eklamsia dan preeklamsia yang terletak pada tanda dan gejala yang ditimbulkan. Preeklamsia dapat ditandai adanya tekanan darah tinggi dan protein pada urine tanpa disertai kejang. Sedangkan eklamsia adalah komplikasi lanjutan dari preeklamsia yang ditandai terjadinya kejang pada ibu hamil sehingga lebih berbahaya. IDI saat ini juga melakukan penelitian lanjutan terkait eklamsia dan rekomendasi obat yang dapat diberikan bagi penderita.
Gejala ibu hamil mengalami eklamsia
IDI menjelaskan eklamsia adalah kondisi serius yang dapat terjadi selama kehamilan, ditandai dengan kejang yang biasanya mengikuti preeklamsia. Gejala eklamsia sering kali dimulai dari tanda-tanda preeklamsia sebelumnya. Berikut gejala-gejala yang perlu diperhatikan.
Kejang dan tidak sadarkan diri
Kejang adalah gejala utama eklamsia yang dapat dimulai dengan kedutan pada otot wajah dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Kejang bisa berlangsung selama 60-75 detik dan dapat terjadi satu kali atau berulang kali. Setelah kejang, ibu hamil mungkin mengalami kebingungan atau kehilangan kesadaran.
Sakit kepala parah
Selain kejang, sakit kepala parah merupakan salah satu faktor terjadinya eklamsia. Sakit kepala parah dan tidak biasa sering kali disertai ketidaknyamanan lainnya.
Pandangan buram serta mual
Gangguan penglihatan seperti kehilangan penglihatan, pandangan kabur, atau pandangan ganda juga menjadi gejala eklamsia. Rasa mual disertai muntah adalah masalah serius.
Gelisah dan kebingungan
Gejala lain adalah perasaan gelisah dan kebingungan. Ibu hamil mungkin merasa gelisah atau bingung sebagai respons terhadap kondisi yang memburuk sehingga butuh penanganan yang tepat dari dokter.
Obat yang direkomendasikan
Penanganan eklamsia memerlukan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah risiko bagi ibu dan janin. Berikut obat-obatan yang direkomendasikan untuk mengatasi eklamsia.
Magnesium sulfat
Magnesium sulfat adalah obat lini pertama untuk mengatasi dan mencegah kejang pada eklamsia. Dosis awal yang diberikan adalah 4–6 gram secara intravena (infus) dalam 15–20 menit, diikuti dosis pemeliharaan 1–2 gram per jam. Pemberian magnesium sulfat harus dilanjutkan setidaknya hingga 24 jam setelah kejang terakhir atau setelah persalinan.
Antikonvulsan
Salah satu obat antikonvulsan adalah Lorazepam. Obat ini dapat digunakan jika kejang berulang terjadi meski sudah diberikan magnesium sulfat. Dosisnya adalah 2–4 mg melalui intravena dalam 2–5 menit. Alternatif lain, dokter akan menganjurkan mengonsumsi obat Diazepam yang berfungsi untuk mengatasi kejang, dosisnya 5–10 mg secara perlahan melalui infus.
Pengobatan eklamsia harus dilakukan di bawah pengawasan ketat dokter karena kondisi ini merupakan kegawatdaruratan yang perlu penanganan cepat untuk mencegah komplikasi serius bagi ibu dan janin.