SRI Margana hari-hari ini sibuk menghadapi tim ad hoc kampus yang menyelisiknya. Dosen sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, itu bersama penulis lain menghadapi sejumlah pertanyaan tim ad hoc perihal dugaan plagiat dua buku. “Masih menghadapi sidang etik dalam beberapa tahap,” ujar Sri Margana kepada Tempo pada Jumat, 8 November 2024.
Tim ad hoc FIB UGM menggelar sidang untuk Margana dan tim penulis dalam dugaan plagiarisme dua buku berjudul Madiun: Sejarah Politik dan Transformasi Kepemerintahan Abad XIV hingga Awal Abad XXI dan Raden Rangga Prawiradirja III, Bupati Madiun, 1796-1811. Pemerintah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, menyokong pendanaan dua buku yang digarap sejak 2017 itu sebesar Rp 775 juta dan telah menerbitkannya.
Setelah buku itu terbit, sejarawan dan penulis Inggris yang mengkhususkan diri dalam sejarah modern Indonesia, Peter Carey, menuding Margana dan empat dosen sejarah UGM menjiplak sebagian dari karyanya yang berjudul Kuasa Ramalan. Pangkal masalahnya, Margana dan timnya ditengarai tidak mencantumkan nomor halaman, yang diambil secara verbatim dari buku tersebut.
Sejarawan Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sri Margana. Instagram @ugm.yogyakarta
Dugaan plagiarisme bermula pada akhir 2019, ketika Peter diberi tahu oleh seorang temannya mengenai dua buku yang ditulis tim UGM yang diduga memplagiat karyanya. Peter sejatinya telah menerima salinan kedua buku itu dari Sri Margana, salah satu dosen yang terlibat sebagai penulis sejak 2018. Namun Peter menyadarinya setelah diberi tahu oleh temannya bahwa sebagian isi Bab 6 buku Ramalan Kuasa ada di bagian yang ditulis tim UGM. Sejak 2020, Peter menuntut UGM meminta maaf atas tudingan plagiarisme tersebut.
Mediasi tim UGM bersama Peter Carey dan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) sebagai penerbit buku Kuasa Ramalan telah dilakukan, tapi buntu alias tanpa kejelasan. Mediasi tersebut melibatkan Setiadi, yang kini menjabat Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM; serta Wening Udasmoro, yang kini menjabat Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran.
UGM, menurut Peter, hanya beralasan bahwa kedua buku yang telah dicetak oleh Pemerintah Kabupaten Madiun itu merupakan versi dumi. “Tidak masuk akal. Ini sudah dua kali dicetak oleh pemerintah daerah Madiun,” ujarnya. Peter juga mengatakan beberapa kali menghubungi Heddy Ahimsa Putra, yang pada saat itu menjabat Ketua Senat FIB UGM. Namun, kata dia, tidak pernah ada balasan yang memuaskan.
Wening Udasmoro menyatakan masalah tersebut ditangani secara satu pintu melalui Fakultas Ilmu Budaya. Hingga kini, UGM belum mengeluarkan putusan atas tuduhan plagiarisme itu. Adapun Setiadi menyebutkan tim UGM serius menangani masalah tersebut. Tim ad hoc UGM sedang mengumpulkan semua bukti dan data. “Tim sedang kumpulkan fakta dan akan kami rilis,” kata Setiadi.
Margana sebelumnya menyanggupi wawancara dengan Tempo untuk menjelaskan tudingan itu. Namun belakangan dia menyatakan sedang berfokus menghadapi persidangan tim ad hoc yang menginvestigasi dia dan tim penulis.
Tempo mendapatkan informasi dari pihak internal UGM bahwa Margana dan sejumlah koleganya telah berupaya mengatasi masalah tersebut sejak 2020. Tim penulis UGM menyebutkan telah berkorespondensi dengan Peter Carey melalui e-mail atau surat elektronik. Kepada orang yang mengetahui dugaan plagiarisme itu, Margana disebut menyatakan dia dan timnya telah mengakui kecerobohan karena mengutip buku Kuasa Ramalan dalam jumlah yang banyak. Tim juga meminta maaf kepada Peter Carey.
Tim penulis buku menyatakan sudah mensitasi nama Peter di catatan kaki. Namun Peter Carey disebut-sebut terus mempersoalkan dan meminta royalti hak cipta.
Ditemui Tempo di sebuah kedai kopi di kawasan Tangerang Selatan, Banten, pada Kamis, 7 November 2024, Peter membantah tuduhan meminta royalti. “Saya tidak pernah meminta royalti hak cipta,” ucap Peter.
Peter menegaskan akan mengizinkan pengutipan bukunya dan menghubungi Kepustakaan Populer Gramedia jika tim penulis UGM menghubunginya secara baik-baik sejak merencanakan proyek penulisan tersebut. Dia menyayangkan langkah tim penulis yang sama sekali tidak menghubunginya.
Sejarawan dan penulis buku ‘Kuasa Ramalan’ Peter Carey saat ditemui di kawasan Tangerang Selatan, Banten, 7 November 2024. TEMPO/Anastasya Lavenia
Peter juga mengaku belum dihubungi oleh FIB UGM ihwal investigasi dugaan plagiarisme tersebut. “Saya tidak berekspektasi mereka akan menghubungi saya,” kata Peter.
Peter lalu menunjukkan korespondensinya dengan sejumlah penulis buku tersebut yang berisi protesnya dan tanggapan dari para penulis. Dalam korespondensi e-mail tertanggal 1 Februari 2020, Margana mengakui banyak merujuk pada Kuasa Ramalan, khususnya pada episode “Raden Ronggo Prawirodirjo”.
Tim penulis menyadari bahwa sejauh ini belum ada satu pun karya yang otoritatif tentang Raden Ronggo kecuali karya Peter Carey tersebut. Itu sebabnya penulis menggunakan buku karya Peter Carey tersebut sebagai referensi utama. “Mohon maaf karena kami membuat kutipan terlalu panjang pada buku Anda dan kurang hati-hati dalam mencantumkan nomor halaman. Hal ini tidak disengaja, tapi lebih karena kecerobohan kami dan batas waktu yang harus kami selesaikan untuk menyelesaikan draf pada waktunya. Kami akui ini kesalahan kami,” tulis Margana dalam korespondensi itu.
Masih dari korespondensi itu, Margana menyatakan memiliki arsip utama atau primer yang diperoleh dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), khususnya arsip gewestelijk Residensi Yogyakarta, yaitu kode ANRI Nomor 409, “Stukken betreffende Raden Ronggo”. Namun arsip tersebut ditemukan tepat pada batas waktu penyelesaian draf buku Biografi Politik Raden Ronggo.
Menurut Margana, tim telah menyalin hampir seluruh arsip. Namun mereka belum memanfaatkannya secara luas karena Pemerintah Kabupaten Madiun memberi tenggat penulisan yang singkat. Penulis, kata Margana, juga telah meminta pemerintah Madiun tidak membagikan buku tersebut kepada masyarakat. Buku cetak itu digunakan secara terbatas.
Adapun KPG, melalui keterangan resminya, mengatakan menyerahkan keputusan konsekuensi akademik kepada Senat FIB UGM. “Kendati demikian, penerbit KPG dan Peter Carey belum pernah mendapat informasi lebih lanjut dari FIB UGM sehubungan dengan kebijakan Senat FIB UGM atas dugaan pelanggaran etika profesional akademikus,” ujar Editorial and Production Manager KPG Christina Udiani pada Senin, 4 November 2024.
Plagiarisme Berulang di UGM
Kasus dugaan plagiarisme yang melibatkan dosen sejarah UGM itu bukan yang pertama kali terjadi. Pada 2021, dugaan plagiarisme ada pada disertasi Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) di UGM, Fathur Rokhman, dan karya ilmiahnya dalam sejumlah jurnal.
Kementerian Pendidikan saat itu meminta Rektor UGM Panut Mulyono menindaklanjuti hasil putusan Dewan Kehormatan UGM pada Maret 2020 yang menyarankan untuk mencabut gelar doktor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional karena karya ilmiah Fathur disebut plagiat.
Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) memeriksa disertasi Fathur Rokhman berjudul Pemakaian Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Banyumas, yang diselesaikan tahun 2003 pada Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Kesimpulan atas hasil pemeriksaan KIKA itu adalah disertasi Rektor Unnes tersebut adalah plagiat.
Adapun Fathur, dalam sejumlah kesempatan, membantah jika disebut telah melakukan plagiarisme. Dia mengatakan memiliki semua dokumen yang menunjukkan perkembangan penulisan disertasinya. “Tuduhan tersebut secara hukum tidak terbukti dan dinyatakan selesai,” ucapnya.
Fathur menyatakan, baik UGM maupun Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan pemeriksaan secara saksama serta keduanya menyatakan bahwa tuduhan plagiat tidak terbukti.
Ia menyebutkan surat Rektor UGM tanggal 2 April 2020, yang menyatakan tuduhan plagiarisme terhadap Fathur Rokhman tidak terbukti. Menurut Fathur, fakta itu diperkuat kembali dalam surat Rektor UGM bertanggal 18 Mei 2020. Hasil pemeriksaan UGM menunjukkan tuduhan plagiarisme tidak terbukti, sehingga persoalan tersebut sudah clear dan final.