Dunia

Bukukan Laba Bersih Rp41,43 Triliun, Pertamina Bidik Pendapatan Rp1,2 Kuadriliun di Akhir Tahun

2
×

Bukukan Laba Bersih Rp41,43 Triliun, Pertamina Bidik Pendapatan Rp1,2 Kuadriliun di Akhir Tahun

Share this article


TEMPO.CO, Jakarta – PT Pertamina (Persero) telah membukukan laba bersih sebesar US$ 2,6 miliar atau setara Rp41,43 triliun (kurs Rp15.935,95) dengan pendapatan sebesar US$ 62,5 miliar atau setara Rp996,25 triliun sepanjang tahun sampai Oktober 2024. Di akhir tahun, perusahaan pelat merah ini membidik pendapatan serupa dengan tahun lalu, yakni sebesar US$ 75,8 miliar atau setara Rp1,2 kuadriliun.

“Kami optimis di akhir tahun kita bisa menyamai pendapatan (revenue) tahun lalu,” ucap Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro dalam rapat dengar pendapat Pertamina dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024.

Pada 2022, Wiko mengatakan perusahaan ini telah membukukan laba bersih US$ 3,81 miliar dengan pendapatan US$ 84,9 miliar. Capaian laba bersih meningkat tahun berikutnya menjadi sebesar US$ 4,4 miliar. Namun, pendapatan justru menurun menjadi hanya US$ 75,8 miliar.

Ia beralasan, penurunan pendapatan ini disebabkan oleh anjloknya harga minyak dunia. Kondisi ini mengakibatkan bisnis di hulu menjadi terkoreksi. Karena itu, eks Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ini mengatakan perusahaannya kemudian memaksimalkan pendapatan dari bisnis hilir.

Dalam tiga tahun terakhir, ia mengklaim kinerja finansial Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas ini masih membukukan posisi yang positif. Padahal, ia mengatakan bisnis hidrokarbon saat ini sangat dipengaruhi oleh volatility, baik geopolitik, supply-demand, dan disrupsi teknologi.

Sedangkan pada tahun ini, ia menuturkan Pertamina tengah mengalami tekanan di bisnis midstream, khususnya di bidang kilang. Tekanan ini tampak dari banyaknya kilang-kilang di dunia yang harus berjuang untuk menjalankan operasionalnya.

Karena itu, Wiko mengatakan Pertamina terus memberlakukan efisiensi. Pada tahun ini, BUMN ini tercatat telah membukukan cost optimization sebesar US$ 780 juta, terdiri dari kegiatan cost saving, cost avoidance dan revenue generator. “Tentu saja sebagai semangat holding dan subholing,” kata Wiko.



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *