Sebuah video klarifikasi dari band asal Purbalingga bernama Sukatani muncul di media sosial dan menggemparkan media sosial pada Kamis (20/2). Klarifikasi tersebut berisi pernyataan dua orang personil Sukatani yang menarik peredaran lagu “Bayar, Bayar, Bayar” yang mengkritisi pungutan liar yang kerap dilakukan oleh oknum aparat kepolisian.
Pernyataan dalam video klarifikasi tersebut telah menguak adanya pembredelan karya seni yang berisi kritik terhadap aparat. Video ini pun akhirnya menarik perhatian dan semakin membuat publik geram di tengah gemuruhnya aksi demonstrasi ‘Indonesia Gelap’ kala itu. Dari kejadian ini, Sukatani mendapat banyak dukungan dari berbagai kalangan hingga muncul tagar #KamiBersamaSukatani dan lagu “Bayar, Bayar, Bayar” pun menggema di tengah massa aksi demonstrasi di berbagai wilayah Indonesia.
Baru-baru ini, Sukatani telah mengucapkan terima kasih atas dukungan luas yang telah diberikan kepada mereka. Hal ini diungkapkan melalui unggahan Instagram Story pada Sabtu (22/2), tak lama dari video klarifikasi pertama diunggah, dan juga pernyataan resmi terbarunya pada unggahan Instagram, Minggu (1/3).
Munculnya video klarifikasi dari Sukatani yang berakhir pada meluasnya dukungan terhadap mereka pun disebut oleh warganet sebagai bentuk fenomena Efek streisand atau efek streisand. Lalu, sebenarnya apa maksud dari istilah tersebut?
Asal-Usul Istilah Efek Streisand: Bumerang dari Adanya Sensor
Strisand Effect/Foto: Pexels/Darya Sannikova
Band Sukatani dan lagu “Bayar, Bayar, Bayar” yang awalnya hanya dinikmati oleh segelintir kalangan tertentu menjadi dikenal luas oleh masyarakat setelah adanya larangan terhadap lagu tersebut. Ini dikenal sebagai efek streisand, istilah yang menggambarkan adanya sebuah upaya untuk menyensor atau menyembunyikan sesuatu, justru berbuah sebaliknya alias malah semakin dikenal luas.
Dilansir dari Britannicanama fenomena ini berasal dari kejadian yang melibatkan penyanyi dan aktris Amerika, Barbra Streisand, pada tahun 2003. Ia mengajukan gugatan terhadap seorang fotografer karena menerbitkan foto yang tidak sengaja menampilkan rumahnya.
Foto tersebut merupakan salah satu dari 12 foto foto yang diunggah ke internet yang bertujuan untuk mendokumentasikan garis pantai California dalam proyek penelitian lingkungan Proyek Catatan Pesisir California. Namun, alih-alih menghilangkan gambar tersebut dari publik, peristiwa ini justru menarik perhatian yang jauh lebih besar dan menjadi bumerang bagi Streisand.
Sebelum gugatan tersebut diajukan, foto rumahnya hanya diunduh enam kali, yang mana dua di antaranya diunduh oleh tim hukum Streisand sendiri. Namun, begitu berita tentang gugatan ini tersebar, foto tersebut malah menarik perhatian publik hingga sebulan setelahnya foto itu justru telah dilihat lebih dari 400 ribu kali dan dibagikan di berbagai media.
Meskipun peristiwa Streisand terjadi pada tahun 2003, istilah efek streisand sendiri baru digunakan pertama kali pada 2005 oleh Mike Masnick, pendiri blog teknologi Techdirt. Ia menulis tentang kasus serupa yang melibatkan Marco Beach Ocean Resort di Florida, yang mencoba menghapus informasi tentang salah satu urinalnya dari sebuah situs web.
Dalam tulisannya, Masnick menyoroti bagaimana upaya sensor seperti ini justru berakhir dengan semakin menyebarkan informasi yang ingin ditutupi. Lalu, ia pun mengusulkan istilah “Streisand Effect” untuk menggambarkan fenomena tersebut.
Faktor Psikologis dari Efek Streisand
Efek Poped dan Efek Poped: Pexels / Bastian Riccardi
Ada beberapa alasan kenapa efek streisand sering kali terjadi. Menurut psikolog Carly Dober dalam situs web Pikiran yang sangat baikmanusia secara alami cenderung semakin penasaran ketika ada sesuatu yang dilarang atau disembunyikan, terutama jika orang terkenal yang berusaha menutupinya. Ini seperti efek psikologis di mana sesuatu yang dilarang justru terasa lebih menarik.
Selain itu, ada juga dorongan untuk membuktikan bahwa seseorang tetap punya hak untuk mengetahui sebuah informasi. Oleh karena itu, saat ada upaya untuk membatasinya, orang justru ingin mencari tahu sebagai bentuk perlawanan.
Di era internet dan media sosial, efek ini jadi semakin besar dengan kekuatan viralnya sebuah konten. Informasi bisa menyebar dengan cepat, apalagi jika orang-orang merasa ada ketidakadilan di balik sensor tersebut. Banyak orang menganggap melawan sensor sebagai bentuk kepedulian sosial dan juga penyebarluasan informasi dinilai sebagai bentuk solidaritas.
Semua ini membuat efek streisand terus berulang. Semakin keras seseorang atau sebuah instansi berusaha menyembunyikan sesuatu, semakin besar kemungkinan informasi itu justru tersebar luas. Inilah yang terjadi terhadap dand Sukatani beberapa waktu yang lalu, sensor pada salah satu karya lagunya telah memantik adanya solidaritas dan dukungan di tengah masyarakat untuk menegakkan perjuangan.
Bagaimana menurutmu, Beauties?
***