TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, secara tegas menyatakan bahwa implementasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen bukan langkah yang tepat untuk diambil mengingat kondisi ekonomi saat ini.
“Kita harus dorong PPN 12 persen ini. Saya pikir sangat tidak tepat untuk diterapkan saat ini,” kata dia dalam rapat koordinasi Anggota Luar Biasa (ALB) Pra-Rapimnas Kadin Indonesia 2024 yang digelar di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat pada Sabtu, 30 November 2024.
Selain itu, melalui paparannya, ia menambahkan, bantuan langsung tunai (BLT) bukanlah solusi yang tepat untuk dilakukan pemerintah sebagai upaya meredam dampak kenaikan tarif PPN yang akan datang. “Kalau saya pikir BLT itu bukan solusi, malah saya pikir lebih baik tidak ada BLT, tapi PPN tidak naik jadi 12 persen,” ucapnya.
Ia menilai bantuan dalam bentuk uang hanya memberikan manfaat yang sifatnya sementara. Selain itu, menurut dia tidak ada yang bisa menjamin kontrol serta efektivitas bantuan jenis tersebut. “Setelah BLT-nya habis, beban 12 persen itu harus dipatahkan,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, pemerintah akan menerapkan tarif baru PPN 12 persen di awal 2025 mendatang. Kebijakan ini sesuai bunyi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Pajak, yang memutuskan PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.
Kendati demikian, putusan tersebut mendapat banyak penentangan dari berbagai lapisan masyarakat. Penolakan serta seruan agar pemerintah menunda pelaksanaan tarif baru PPN telah disuarakan banyak pihak yang khawatir daya beli masyarakat semakin turun.
Menanggapi pro dan kontra yang lahir di masyarakat tersebut, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintahan Presiden Prabowo berencana menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai itu. “Ya hampir pasti diundur,” kata Luhut di Jakarta, Rabu, 27 November 2024.
Adapun, Luhut menyebut sebelum kenaikan PPN berlaku, pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi ke masyarakat satu hingga dua bulan sebelumnya. Dia mengungkapkan pemerintah saat ini juga sedang menghitung besaran stimulus itu. “Sebelum itu jadi (PPN 12 Persen) harus diberikan dulu stimulus ke ekonomi rakyat,” kata dia.
Bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah, menurut keterangan Luhut, yang akan dijadikan bantalan dalam penerapan PPN 12 persen, tidak akan berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi energi ketenagalistrikan. “Karena kalau diberikan (dalam bentuk BLT) takut dijudikan lagi nanti,” katanya.
Luhut berujar, untuk anggaran bantuan sosial tersebut sudah disiapkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta segera diselesaikan rancangan penyalurannya.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.