Dalam konteks modern, mayoritas masyarakat Madura sebenarnya tidak mendukung praktik carok. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dari 180 responden, 75 persen menyatakan tidak bangga dan tidak senang dengan tradisi carok. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran paradigma di kalangan masyarakat Madura kontemporer, yang lebih memilih menyelesaikan konflik melalui jalur hukum dan dialog.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya carok, mulai dari penguatan peran tokoh agama dan adat dalam mediasi konflik, hingga penegakan hukum yang lebih tegas. Tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama aktif memberikan pemahaman bahwa kekerasan bukanlah solusi terbaik dalam menyelesaikan perselisihan, dan bahwa harga diri bisa dipertahankan dengan cara-cara yang lebih bermartabat.
Meski demikian, mengubah tradisi yang telah mengakar selama berabad-abad bukanlah hal yang mudah. Diperlukan pendekatan komprehensif yang mempertimbangkan aspek budaya, sosial, dan psikologis masyarakat Madura. Program-program pencegahan yang efektif harus mampu menawarkan alternatif penyelesaian konflik yang bisa diterima oleh masyarakat tanpa menghilangkan esensi penghargaan terhadap harga diri yang menjadi nilai dasar budaya Madura.
Carok dalam Perspektif Hukum dan Keadilan
Dalam sistem hukum modern Indonesia, carok jelas bertentangan dengan hukum pidana dan dianggap sebagai tindakan main hakim sendiri. Pelaku carok dapat dijerat dengan pasal pembunuhan berencana atau penganiayaan berat, tergantung pada akibat yang ditimbulkan. Hukuman yang dijatuhkan biasanya berkisar antara tiga hingga lima tahun penjara, namun bisa lebih berat jika terbukti ada unsur kesengajaan dan perencanaan.
Meski begitu, penanganan kasus carok tidak sesederhana menerapkan hukum positif. Adanya dimensi budaya dan nilai-nilai tradisional yang mengakar kuat membuat penyelesaian kasus carok membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Aparat penegak hukum seringkali harus mempertimbangkan aspek kearifan lokal dan melibatkan tokoh masyarakat dalam proses penyelesaian konflik.
Dalam beberapa kasus, upaya mediasi dan pendekatan restorative justice telah dicoba diterapkan untuk mencegah terjadinya carok susulan. Pendekatan ini melibatkan seluruh pihak yang berkonflik untuk mencari solusi yang dapat diterima semua pihak, dengan tetap memperhatikan aspek keadilan dan pencegahan konflik di masa depan.
Carok memang merupakan tradisi kontroversial yang mencerminkan kompleksitas hubungan antara budaya, kehormatan, dan kekerasan dalam masyarakat Madura. Meski saat ini praktik carok semakin berkurang, pemahaman terhadap fenomena ini tetap penting sebagai pembelajaran dalam mengelola konflik sosial dan mentransformasikan nilai-nilai tradisional ke dalam konteks modern.