TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter Center of Reform on Economics (Core) Akhmad Akbar Susamto memprediksi penerimaan pajak bakal lanjut melambat pada 2025. Pendapatan akan tetap seret meski pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Realisasi penerimaan pajak yang lebih rendah atau shortfall menurut Akhmad bakal mulai dirasakan pada kuartal pertama. “Paling tidak di triwulan I kita akan mengalami situasi penerimana pajak itu lebih rendah daripada yang diharapkan,” kata dia dalam pemaparan Core Economic Outlook & Beyond 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu, 23 November 2024.
Musababnya, konsumsi masyarakat sedang melambat sehingga penerimaan PPN diprediksi tak sesuai harapan. Apalagi PPN merupakan salah satu sumber penerimaan pajak dari konsumsi.
Jika transaksi di masyarakat menurun atau tak akan seperti yang diharapkan, nilai pajak yang masuk akan kecil. Selain itu, penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan juga terkontraksi imbas penurunan permintaan global.
Tak hanya itu, penurunan harga sejumlah komoditas di global juga berdampak pada penerimaan negara. Di sisi permintaan domestik juga sedang melemah.
Lebih jauh, Ahmad menilai rencana implementasi PPN 12 persen tak akan efektif mengangkat penerimaan pajak tahun 2025. “Lebih banyak ruginya dari pada untungnya, lebih baik ditunda dulu.”
Kenaikan pajak pertambahan nilai tahun depan, menurut dia, justru bisa berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan. Karena volume transaksi barang dan jasa di masyarakat akan berkurang, sehingga menekan konsumsi domestik.
Ia pun menilai kebijakan tersebut juga kurang signifikan mengangkat rasio pajak atau tax ratio. Strategi peningkatan tax ratio seharusnya menerapkan pajak yang adil, misalnya dengna memberlakukan tarif progresif PPh.
Menyitir laman Kementerian Keuangan, pada 2025 penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 2.189,3 triliun, atau naik 13,9 persen dari target 2024. Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Muchamad Arifin dalam keterangan resminya pernah memaparkan pertumbuhan pajak pada 2025 akan ditopang oleh pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas, serta PPN & PPnBM.