Kesehatan

Rendahnya Kesadaran Masyarakat Lawan Demam Berdarah Jadi Tantangan Serius Atasi Dengue

3
×

Rendahnya Kesadaran Masyarakat Lawan Demam Berdarah Jadi Tantangan Serius Atasi Dengue

Share this article


TEMPO.CO, Jakarta – Tim Kerja Arbovirosis, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, Iriani Samad mengatakan salah satu tantangan besar mengatasi penyakit demam berdarah adalah kurangnya kesadaran masyarakat menangani masalah ini. “Indonesia menghadapi tantangan serius dalam penanggulangan dengue, dengan peningkatan kasus yang signifikan dan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan beban yang ditimbulkan oleh penyakit ini, baik secara finansial maupun non-finansial,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 20 November 20204. 

Iriani mengatakan perlindungan terhadap infeksi dengue harus dilakukan secara komprehensif dan holistik, mencakup penerapan metode 3M Plus yang terbukti efektif, serta mengadopsi inovasi pencegahan lainnya. “Pemerintah terus berupaya mengembangkan strategi yang efektif untuk menurunkan angka infeksi dengue melalui kampanye edukasi yang komprehensif, pemberantasan sarang nyamuk yang lebih intensif, serta penerapan inovasi pencegahan yang relevan,” katanya. 

Setiap tahun, Kementerian Kesehatan memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya kesehatan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga kesehatan mereka sendiri. “Namun, kesuksesan upaya ini sangat bergantung pada keterlibatan aktif masyarakat. Setiap individu harus berperan dalam menjaga kesehatan keluarganya dan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi infeksi dengue, yang dapat muncul kapan saja sepanjang tahun. Jadi jangan sampai outbreak dulu, baru kita bergerak. Dengan pendekatan berlapis dan kolaboratif, kita dapat bersama-sama melindungi diri dan orang-orang terkasih dari ancaman dengue yang semakin mengkhawatirkan. Ayo, bertindak sekarang untuk kesehatan kita bersama!” katanya.

Insiden dengue secara global mengalami peningkatan cukup signifikan selama dua dekade terakhir, yang menimbulkan tantangan kesehatan masyarakat yang cukup besar. Dari tahun 2000 hingga 2019, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lonjakan sepuluh kali lipat dalam kasus yang dilaporkan di seluruh dunia, dari 500.000 menjadi 5,2 juta.  Di tahun 2024, sampai dengan 30 April, lebih dari 7,6 juta kasus telah dilaporkan kepada WHO, termasuk 3,4 juta kasus yang dikonfirmasi, lebih dari 16.000 kasus yang parah, dan lebih dari 3.000 kematian. 

Menurut WHO, Indonesia mengalami lonjakan kasus demam berdarah, dengan 88.593 kasus terkonfirmasi dan 621 kematian per 30 April 2024 – sekitar tiga kali lipat lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2023.  Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sampai dengan minggu ke-42 tahun 2024, terdapat 203.921 kasus dengue di 482 kabupaten/kota di 36 provinsi dengan 1.210 kematian di 258 kabupaten/kota di 32 provinsi. Angka tersebut lebih tinggi dari akumulasi kasus sepanjang tahun 2023 yaitu 114.720 kasus terkonfirmasi dengue dengan 894 kematian. 

Tim Kerja Arbovirosis, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, yang mewakili Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan Agus Handito, mengatakan saat ini, prevalensi dengue di Indonesia menunjukkan tantangan yang serius. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, terutama terkait Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), namun angka kasus mengalami fluktuatif setiap tahun. “Oleh karena itu, pemerintah mengambil pendekatan yang lebih komprehensif melalui Strategi Nasional Penanggulangan Dengue (STRANAS) 2021-2025,” katanya. 

Pendekatan ini mencakup penguatan manajemen vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan. Ada pula faktor peningkatan akses dan mutu tatalaksana dengue. Lalu ada juga upaya penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB yang responsif. Selanjutnya ada usaha untuk peningkatan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan. Ia pun mengajak untuk melakukan  penguatan komitmen pemerintah, kebijakan manajemen program, dan kemitraan; dan yang tidak kalah penting pengembangan kajian, intervensi, inovasi, dan riset sebagai dasar kebijakan dan manajemen program berbasis bukti, seperti melalui program nyamuk ber-Wolbachia dan vaksinasi. “Namun demikian, masyarakat juga perlu menyadari bahwa upaya pencegahan tidak hanya tergantung pada pemerintah, tetapi juga partisipasi aktif dari masing-masing individu. Kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD, menjadi salah satu langkah krusial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat secara berkelanjutan. Kita perlu menggugah kesadaran bahwa meskipun kita melakukan pencegahan, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan,” katanya.

Mariani, Kader Jumantik dari Matraman, Jakarta Timur, membagikan pengalaman dalam menanggulangi dengue di daerahnya. Menurut Ria, serangkaian kegiatan PSN telah dilakukan secara berkelanjutan. “Dari Kader Jumantik sendiri, kami secara konsisten melakukan monitoring di daerah Matraman. Memastikan bahwa, tidak hanya lingkungan kami bersih, tetapi juga bebas dari jentik nyamuk,” katanya. 

Ia pun mengajak seluruh warga untuk bahu-membahu melakukan hal tersebut. Kami percaya bahwa sebuah daerah hanya akan bebas dari dengue, apabila seluruh elemen masyarakat di dalamnya saling bersinergi. Artinya, bukan hanya tugas Jumantik saja, tetapi juga setiap anggota keluarga di dalam lingkungan tersebut. “Selain itu, kita juga perlu melengkapi program PSN dengan perlindungan yang menyeluruh bagi keluarga. Dengan demikian, kini lebih memberikan kita ketenangan bahwa dengue benar bisa dicegah, dan kita dapat memastikan bahwa setiap anggota keluarga terlindungi dari ancaman dengue. Dengan kolaborasi dan komitmen bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat, serta menurunkan angka infeksi dengue secara signifikan,” katanya.

Sementara itu, Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004–2024 Soedjatmiko, memaparkan bahwa sekitar 50 persen kasus kematian akibat dengue terdapat pada kelompok anak sekolah usia 5-14 tahun. “Masyarakat bersama  pemerintah harus berusaha mencegah agar anak dan dewasa  tidak terserang virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, dengan memberantas sarang nyamuk secara berkala di semua rumah, sekolah, toko, pasar, perkantoran,” katanya. 

Bisa pula menambah upaya pemberantasan nyamuk dengan memelihara tanaman pengusir nyamuk dan ikan pemakan jentik, serta melakukan pengasapan (fogging) untuk mematikan nyamuk dewasa, dan dilakukan secara berkelanjutan. “Selain itu, masing-masing keluarga juga perlu lebih waspada dalam mencegah gigitan nyamuk melalui 3M Plus, termasuk menggunakan lotion pengusir nyamuk, obat nyamuk, pakaian lengan panjang, celana panjang dan kelambu. Selain upaya tersebut pemerintah bersama masyarakat melakukan  program  menyebarkan telur nyamuk ber-Wolbachia, yang penelitiannya telah dilakukan di  10 negara sejak tahun sejak 2006,” sambungnya. 

Soedjatmiko juga mengingatkan agar masyarakat dapat mempertimbangkan pencegahan inovatif sebagai tambahan seperti imunisasi dengue. Vaksin dengue yang ada saat ini sudah mendapat ijin BPOM, dapat diberikan kepada kelompok usia 6 sampai 45 tahun, melindungi dari 4 serotipe dengue,  dan direkomendasikan oleh IDAI sejak tahun 2023. “Anak dan dewasa yang pernah terjangkit salah satu jenis virus dengue, masih dapat terjangkit jenis lainnya, dan infeksi berikutnya gejalanya bisa lebih berat. Karena itu, konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan rekomendasi vaksinasi dan mencapai perlindungan yang optimal,” katanya.

Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht mengungkapkan, komitmen kuat dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, para kader Jumantik –pahlawan kita dalam upaya melawan dengue–, hingga masyarakat menunjukkan bahwa pencegahan dengue adalah tanggung jawab bersama. Timnya berkomitmen untuk memainkan peran aktif dalam upaya ini. “Kami berkolaborasi dengan pemerintah, komunitas medis, sekolah, perusahaan, dan masyarakat untuk menciptakan pendekatan komprehensif dalam pencegahan dengue, termasuk aktif sebagai salah satu pendiri Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue. Kami juga mendukung kampanye masyarakat #Ayo3MPlusVaksinDBD, yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap penyakit ini,” katanya.

Andreas menambahkan, tidak ada pengobatan spesifik untuk dengue, pencegahan menjadi kunci. Oleh karena itu, kami mendorong setiap individu untuk mengedukasi diri sendiri dan orang lain tentang risiko dengue. Tindakan sederhana seperti mengontrol populasi nyamuk dengan metode 3M Plus, serta memanfaatkan inovasi pencegahan seperti vaksinasi, adalah langkah-langkah yang sangat penting, yang bisa kita lakukan sendiri. “Vaksinasi dengue telah direkomendasikan oleh Asosiasi Kedokteran di Indonesia, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa, dan ini merupakan bagian dari strategi perlindungan yang lebih luas. Dengan semangat kolaborasi, kami berkomitmen mendukung tujuan Kementerian Kesehatan dalam mencapai Nol Kematian Akibat Dengue pada tahun 2030. Bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi keluarga dan masyarakat di seluruh Indonesia. Setiap langkah yang kita ambil hari ini adalah investasi untuk masa depan yang lebih baik,” katanya.



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *