TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kelainan tiroid masih minim. Ia pun mengatakan hipotiroid kongenital akan meningkatkan risiko kelainan yang berakibat pada penurunan kecerdasan dan tumbuh kembang anak.
Berdasarkan pengalamannya saat berpraktik, Dante beberapa kali menemukan pasien dengan gangguan tiroid namun tanpa ada gejala dan baru teridentifikasi setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan.
“Kelainan tumbuh kembang anak, misalnya. Yang anaknya stunting, mungkin anaknya kurang tinggi kecerdasannya atau kecerdasannya rendah di sekolah. Ternyata dia menderita hipotiroid,” kata Dante dalam acara peluncuran White Paper Thyroid di Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
Ia mengatakan Kemenkes melakukan deteksi hipotiroid kongenital bekerja sama dengan International Pediatric Association (IPA). Pada 2023, sekitar 1,2 juta bayi telah diskrining untuk mendeteksi hipotiroid kongenital. Jumlah tersebut terus berkembang hingga pada awal November 2024 sebanyak 1,7 juta bayi sudah diskrining hipotiroid kongenital.
Apabila dilakukan studi dalam populasi, Dante menyebut sekitar 50-70 persen populasi tersebut terdeteksi mempunyai benjolan pada kelenjar tiroid setelah diskrining menggunakan ultrasonografi (USG). Meski begitu, sebagian besar benjolan pada tiroid bersifat jinak dan hanya 5-10 persen saja yang ganas.
“Studi lain menunjukkan, pada studi cadaver, kalau dilakukan pemeriksaan tiroidnya juga sama, menunjukkan dari cadaver atau mayat yang diperiksa tiroidnya itu 50 persennya ada walaupun sebagian besar jinak,” ungkap Dante.
Dua macam kelainan tiroid
Ia menjelaskan secara umum kelainan tiroid dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kelainan fungsional dan kelainan anatomi. Pada kelainan fungsional ada yang disebut hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid, serta hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid.
Masalah tiroid yang masuk dalam kategori kelainan anatomi ada yang berbentuk padat dan ada yang kista. Kelainan anatomi berbentuk padat terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat ganas dan jinak.
“Untungnya yang ganas itu hanya kira-kira 5 persen dari seluruh kelainan di populasi benjolan tiroid,” ujar Dante.
Ia menyebutkan klaim jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk penyakit tiroid cukup tinggi, yakni mencapai Rp 750 miliar pada 2023. Tingginya biaya kesehatan ini menunjukkan kelainan tiroid harus diidentifikasi sejak dini untuk mencegah perburukan kualitas hidup penderita.
Deteksi dini kelainan tiroid, menurut Dante, masuk sebagai salah satu dari beberapa penyakit dalam program skrining gratis untuk setiap penduduk yang berulang tahun. Ia mengatakan program tersebut akan segera diluncurkan Kemenkes sebagai kelanjutan dari amanah yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.
“Salah satu quick win yang disampaikan dan menjadi PR Kemenkes dari Presiden Prabowo adalah melakukan skrining kesehatan. Kita akan launching skrining kesehatan di hari ulang tahun, salah satu di antaranya adalah skrining kelainan tiroid,” paparnya.
Dengan adanya layanan skrining gratis yang disediakan pemerintah maka diharapkan masyarakat lebih menyadari pentingnya deteksi dini kelainan tiroid. Selain itu, skrining juga diharapkan dapat menurunkan beban pembiayaan gangguan tiroid yang selama ini dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya.