TEMPO.CO, Jakarta – Banyak orang percaya bahwa kegiatan mengasah otak seperti mengerjakan teka-teki silang disingkat TTS dan bermain games dapat membantu mencegah demensia. Namun, apakah benar aktivitas ini bisa menjaga kesehatan otak hingga usia lanjut?
Namun, seperti dikutip dari CNA, seperti yang kerap terjadi dalam penelitian ilmiah, kenyataannya ternyata jauh lebih kompleks. Menurut para ahli, efektivitasnya bergantung pada jenis latihan yang dilakukan serta manfaat spesifik yang diinginkan.
Sebagian besar riset terkait pelatihan kognitif menggunakan permainan komputer yang dirancang khusus untuk melatih berbagai keterampilan otak. Misalnya, ada permainan yang meningkatkan strategi atau kemampuan untuk mengenali pola, dan ada juga yang terus menantang otak dengan meningkatkan kecepatan serta kesulitan secara bertahap. Menurut Dr. Lesley Ross, seorang profesor psikologi di Universitas Clemson, permainan-permainan ini dirancang untuk mendorong otak bekerja lebih keras, yang dapat membantu mempertajam kemampuan tertentu.
Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas ini memang mampu memberikan peningkatan pada keterampilan tertentu. Dr. Adrian Owen, profesor ilmu saraf kognitif di Western University, Ontario, Kanada, mengibaratkan prosesnya seperti belajar memainkan alat musik. Ia menjelaskan, “Jika Anda ingin belajar biola, maka latihan biola akan membuat Anda semakin mahir.” Namun, ia menambahkan, belajar biola tidak serta-merta membuat seseorang lebih mahir dalam memainkan alat musik lain, seperti terompet. Artinya, latihan otak cenderung hanya meningkatkan keterampilan tertentu yang dipelajari, tanpa manfaat besar pada kemampuan kognitif lain yang tidak dilatih.
Bukti yang lebih meyakinkan bahwa permainan otak bisa meningkatkan kinerja dalam tugas yang berbeda masih minim. Misalnya, beberapa perusahaan pelatihan otak mengklaim bahwa produk mereka bisa membantu mencegah penurunan kognitif, namun penelitian mengenai hal ini belum begitu banyak. Dalam sebuah penelitian kecil, orang dewasa sehat yang rutin memainkan permainan yang meningkatkan kecepatan pemrosesan dinilai memiliki risiko demensia 29 persen lebih rendah satu dekade kemudian.
Sementara itu, kelompok lain yang memainkan permainan pemecahan masalah dan memori memang menunjukkan penurunan risiko, tetapi tidak signifikan dibandingkan mereka yang tidak bermain sama sekali. Menurut Dr. Ross, temuan ini memang menunjukkan potensi, namun masih dibutuhkan lebih banyak uji klinis untuk memperkuat hasilnya.
Selain permainan khusus, banyak penelitian yang meneliti bagaimana hobi sederhana seperti TTS, permainan papan, membaca buku, hingga mempelajari bahasa baru dapat membantu menjaga kesehatan kognitif. Semakin sering seseorang terlibat dalam kegiatan yang merangsang otak, semakin rendah kemungkinan mengalami penurunan fungsi kognitif atau semakin lambat prosesnya, berdasarkan penelitian. Contohnya, sebuah studi menunjukkan bahwa mereka yang sering mengerjakan TTS memiliki usia onset demensia yang dua tahun lebih lambat dibandingkan yang tidak.
Para ahli menghubungkan manfaat ini dengan teori “cadangan kognitif.” Menurut Dr. Joe Verghese, ketua departemen neurologi di Universitas Stony Brook, cadangan kognitif dapat diibaratkan sebagai “otot mental” yang, ketika sering digunakan, membuat otak lebih tangguh terhadap efek demensia. Kegiatan seperti TTS dan bermain games mungkin tidak mencegah kerusakan otak, tetapi bisa membantu menunda munculnya gejala demensia dengan “menutupi” efek tersebut, lanjut Dr. Verghese.
Dukungan untuk teori ini datang dari hasil studi yang menunjukkan bahwa orang dengan pendidikan atau pekerjaan yang menantang secara mental memiliki risiko demensia yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas yang merangsang kognitif, baik melalui pekerjaan atau hobi, mungkin membantu menambah cadangan kognitif yang membuat otak lebih tahan lama terhadap penyakit.
Namun, para ahli juga mengingatkan bahwa tidak ada cara pasti untuk mengukur cadangan kognitif seseorang. Dr. Owen menjelaskan, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami apakah permainan otak memang benar-benar membantu meningkatkan cadangan ini.
Sebagian ilmuwan percaya bahwa latihan otak mungkin berperan dalam memperkuat sinapsis, atau hubungan antar neuron. Dengan memiliki lebih banyak sinapsis, otak mungkin bisa “kehilangan” beberapa tanpa dampak signifikan, ujar Dr. Samuel Gandy, direktur Pusat Penelitian Penyakit Alzheimer Mount Sinai di New York.
CNA LIFESTYLE
Pilihan editor: Perbedaan Demensia dan Alzheimer