TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Wahyuni Indawati mengatakan perlunya upaya mengatasi sejumlah faktor risiko pneumonia pada anak secara simultan untuk mencegah penyebaran penyakit.
“Kalau kita memberikan perlindungan dengan vaksinasi yang memang dapat mencegah dari penyebab pneumonia, itu bisa mengurangi hingga 49 persen,” kata Wahyuni dalam siaran Kementerian Kesehatan dalam rangka Hari Pneumonia Sedunia, Senin, 11 November 2024.
Selain itu, ASI eksklusif yang diberikan pada enam bulan pertama anak dapat mengurangi risiko terkena pneumonia hingga 15-23 persen. Kemudian, pengurangan polusi, baik di dalam maupun luar ruangan, dapat menurunkan risiko hingga 50 persen. Dia menilai perlunya melakukan hal-hal tersebut secara bersamaan demi mengurangi risiko pneumonia pada anak.
Wahyuni menambahkan sebuah data menarik menunjukkan anak-anak yang terpapar asap rokok empat kali lebih tinggi memerlukan rawat inap karena masalah pernapasan dan 2-3 kali lebih tinggi terkait kunjungan ke gawat darurat karena masalah tersebut. Adapun faktor-faktor lain seperti gizi yang tidak baik, hidup di lingkungan padat penduduk, penyakit kronis, masalah imunitas, serta komorbiditas.
Menurutnya, anak yang lahir prematur dan dengan berat yang rendah juga berisiko terkena pneumonia. Wahyuni menjelaskan pneumonia yang disebabkan virus dan bakteri cukup banyak dan organisme yang menyebabkannya berbeda menurut usia anak sehingga antibiotik yang diperlukan berbeda. Pada bayi baru lahir, balita, streptococcus pneumonia menjadi penyebab terbanyak. Pada usia di atas 5 tahun yang terbanyak adalah kuman-kuman yang bersifat atipikal, misalnya mikroplasma pneumonia.
Perhatikan gejala
Gejala pneumonia yang spesifik adalah masalah pernapasan seperti batuk dan pilek. Karena disebabkan infeksi, gejala-gejala yang muncul meliputi demam, lemah, lesu, nafsu makan berkurang dan pada bayi terlihat rewel.
“Yang terpenting adalah apakah sudah ada tanda-tanda yang menunjukkan keterlibatan dari jaringan paru yang terinfeksi, yaitu kita akan melihat anak biasanya bernapas lebih cepat dan pada saat bernapas dia memerlukan usaha yang ditandai penarikan dinding dada ke dalam,” paparnya.
Wahyuni mengingatkan pneumonia adalah pembunuh anak-anak secara global yang kerap luput dari perhatian. Karena itu, dia menilai pentingnya upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut.
“Satu anak meninggal setiap 43 detik karena pneumonia. Jadi, ini terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia. Tapi tentu saja angka yang terbanyak adalah di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Jadi, kita harus ingat bahwa satu dari lima anak itu meninggal karena pneumonia sehingga ini harus menjadi musuh kita bersama agar dapat menanggulanginya,” ujarnya.