TEMPO.CO, Jakarta – Lembaga survei Poltracking Indonesia menegaskan bahwa survei yang mereka lakukan objektif dan sudah sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Poltracking membantah tuduhan Perkumpulan Survei Opini Publik (Persepi) mengenai adanya perbedaan data yang tidak bisa diverifikasi.
“Sejak awal Poltracking sudah memberikan data asli, 2.000 responden yang terverifikasi,” kata Direktur Eksekutif Poltracking, Hanta Yuda, dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, pada Jumat, 8 November 2024.
Hanta mengatakan lembaganya kemudian memberikan data yang belum terverifikasi sesuai permintaan Persepi. Sehingga, kata dia, dua data set yang diberikan kepada Persepi sebenarnya adalah data yang sama.
Terkait tuduhan mengenai data yang telah dihapus dari server, Hanta juga membantahnya. Menurut dia, Poltracking menggunakan sistem survei berbasis digital, sehingga data itu tidak pernah dihapus dari server. Hanta pun menilai mungkin ada kekeliruan dari Persepi ketika memeriksa data yang telah dikirimkan.
Selain itu, Hanta mempertanyakan putusan Persepi yang mengatakan survei Poltracking tidak biisa dinilai dan tidak bisa diverifikasi. “Jadi tidak disebutkan kesalahannya apa,” ujar Hanta. Karena itu, Hanta mempertanyakan basis argumen Persepi dalam memberikan sanksi terhadap Poltracking.
Poltracking Indonesia memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi per Selasa, 5 November 2024. Keputusan ini dibuat setelah Poltracking mendapat sanksi dari Dewan Etik Persepi ihwal surveinya tentang tingkat elektabilitas Pilgub Jakarta.
Ketua Dewan Etik Persepi Asep Saefuddin mengatakan lembaganya memberi sanksi terhadap lembaga survei Poltracking Indonesia. Sanksi itu berupa larangan Poltracking Indonesia untuk merilis hasil survei di Pilkada Jakarta tanpa seizin dan persetujuan dari Persepi.
“Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik, kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi” kata Asep lewat keterangan tertulis, Senin, 4 November 2024. Keterangan tertulis Asep itu juga sudah diunggah di website Persepsi, yaitu persepi.org.
Asep mengatakan Poltracking Indonesia dan LSI melakukan metode survei yang sama, tapi hasil sigi kedua lembaga menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik di Pilkada Jakarta. Berdasarkan hasil penyelidikan secara tatap muka dan keterangan tertulis, kata Asep, pelaksanaan survei LSI dinyatakan memenuhi prosedur. Sebaliknya, Dewan Etik menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan survei Poltracking Indonesia.
Dalam survei Poltracking mengenai Pilkada Jakarta yang dirilis pada 24 Oktober 2024, lembaga itu menyimpulkan elaktabilitas Ridwan Kamil-Suswono mencapai 51,6 persen. Lalu tingkat keterpilihan Pramono-Rano hanya 36,4 persen dan Dharma-Kun Wardana sebesar 3,9 persen.
Sementara itu, survei LSI yang dirilis pada 27 Oktober 2024, elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno unggul dibandingkan dua pasangan calon lainnya yaitu mencapai 41,6 persen. Lalu elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono sebesar 37,4 persen dan Dharma-Kun Wardhana hanya 6,6 persen.
Novali Panju Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.