TEMPO.CO, Jakarta – Meski sama-sama karena susu, alergi susu dan intoleransi laktosa adalah dua kondisi berbeda yang melibatkan masalah pencernaan. Demikian penjelasan konsultan alergi imunologi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Jakarta, Prof. Dr. dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K).
“Alergi susu dan intoleransi laktosa adalah dua kondisi yang sangat berbeda meski keduanya melibatkan masalah pencernaan setelah mengonsumsi produk susu,” katanya dalam webinar “Apakah Alergi pada Anak Dapat Dicegah?”, Kamis, 7 November 2024.
Ia menjelaskan alergi susu adalah kondisi di mana tubuh anak memiliki reaksi imun terhadap protein yang terdapat dalam susu, seperti kasein atau whey. Alergi ini cenderung lebih serius dan butuh penanganan medis segera, di mana faktor genetik, terutama riwayat alergi dalam keluarga, bisa meningkatkan risiko terjadinya alergi susu pada anak.
Jika anak memiliki alergi susu biasanya akan ada gejala yang signifikan seperti ruam kulit, muntah, gatal-gatal, pembengkakan di sekitar mulut atau wajah, bahkan reaksi yang lebih berat. Ia juga menyebut intoleransi laktosa merupakan masalah pencernaan.
Intoleransi laktosa
Berbeda dengan alergi susu, intoleransi laktosa terjadi ketika tubuh tidak mampu mencerna laktosa, yaitu gula alami yang terdapat dalam susu. Kondisi ini terjadi karena kekurangan enzim laktase yang seharusnya membantu memecah laktosa di usus halus.
Gejala yang muncul biasanya meliputi diare, kembung, dan perut nyeri setelah mengonsumsi susu atau produk susu. Pada kasus intoleransi laktosa, tubuh tidak merespons protein susu seperti pada alergi susu melainkan hanya kesulitan dalam mencerna laktosa.
Menurutnya, intoleransi laktosa bisa terjadi pada usia berapa pun meski lebih umum ditemukan pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih besar. Anak yang mengalami intoleransi laktosa bisa mengonsumsi produk susu dalam jumlah terbatas atau produk yang rendah laktosa tanpa menimbulkan gejala yang parah. Orang tua bisa mencoba memberikan susu rendah laktosa atau mengatur jumlah konsumsi susu yang diberikan untuk mengurangi gejala.
“Jika anak mengalami gejala setelah mengonsumsi susu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter supaya mendapatkan diagnosis yang tepat dan menentukan langkah pengobatan yang sesuai,” pesan Zakiudin.
