TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol masih menjadi sorotan, sejak ia mengumumkan darurat militer pada 3 Desember 2024. Kini, ia harus menghadapi tekanan pemakzulan dari rakyat Korea Selatam. Ia pun akhirnya buka suara menanggapi berbagai situasi yang terjadi di Korea Selatan.
Pada Kamis, 12 Desember 2024, Yoon Suk Yeol mengatakan dia tidak memahami alasan di balik tuduhan makar terhadapnya setelah memberlakukan darurat militer. Yoon menjelaskan bahwa pemberlakuan darurat militer dilakukan untuk melindungi negara dan menormalkan urusan pemerintahan. Ia mengeklaim keputusannya itu diambil berdasarkan pertimbangan politik yang terukur.
“Saat ini, oposisi membahayakan keamanan negara dan warga negara… tidak jelas partai mana yang mereka wakili dan untuk negara mana parlemen ini berdiri,” kata Yoon dalam pidato yang disiarkan secara nasional oleh YTN, dikutip dari Antara. Ia akan melawan upaya pemakzulan terhadap dirinya.
2. Kantor Presiden Digeledah
Dikutip dari Antara, Reuters pada Rabu, 11 Desember 2024 melaporkan bahwa polisi Korea Selatan berupaya menggeledah kantor Presiden Yoon Suk yeol, serta beberapa departemen kepolisian. Namun, Presiden Korea Selatan tidak berada di gedung kantor saat penggeledahan.
Diketahui, setidaknya 60 penyelidik dari unit investigasi darurat darurat militer Kantor Investigasi Nasional (NOI) tiba di kompleks kepresidenan sekitar pukul 11.36 waktu setempat. Namun, kantor Yoon melalui pasukan pengamanan presiden melarang mereka masuk, menurut laporan Korea JoongAng Daily. Para penyelidik pun tetap berada di luar kompleks sampai setidaknya pukul 15.45.
“Surat perintah penggeledahan mencantumkan Yoon sebagai tersangka, dan kantor presiden, ruang rapat Kabinet, dan Dinas Keamanan Presiden menjadi sasaran penggerebekan,” lapor Yonhap News, seperti dikutip dari Antara.
Kepala Badan Investigasi anti-korupsi Korea Selatan pada Rabu, 11 Desember 2024, juga menyatakan akan berupaya menahan Yoon Suk Yeol jika syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Ini seiring dengan makin intensifnya penyelidikan lembaga penegak hukum terkait kegagalan pemberlakuan darurat militer.
“Jika situasi memungkinkan, kami akan mencoba melakukan penangkapan darurat atau penangkapan berdasarkan surat perintah pengadilan,” kata Oh Dong Woon, Kepala Kantor Investigasi Korupsi Pejabat Tinggi (CIO), dalam rapat Komite Legislasi Parlemen menanggapi pertanyaan anggota parlemen, dikutip dari Antara. “Kami akan mengambil setiap langkah yang bisa kami lakukan.”
Pemberitaan Media Korea Utara
Setelah bungkam selama sepekan, media pemerintah Korea Utara untuk pertama kalinya memberitakan tentang upaya Yoon Suk Yeol memberlakukan darurat militer. Dikutip dari Antara, Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) menyalahkan Yoon atas kekacauan yang terjadi di seluruh Korea Selatan. “Insiden mengejutkan dari rezim boneka Yoon Suk Yeol… yang tiba-tiba mengumumkan dekret darurat militer, dan tanpa ragu-ragu menggunakan tirani untuk menekan rakyat telah mendatangkan malapetaka di seluruh Korea Selatan,” tulis KCNA pada Rabu, 11 Desember 2024.
Laporan serupa juga dimuat oleh surat kabar harian Korea Utara, Rodong Sinmun yang memuat foto demonstrasi yang digelar di depan gedung parlemen di Seoul. Media itu juga melaporkan soal kegagalan mosi pemakzulan terhadap Yoon. Surat kabar itu mengutip pernyataan para demonstran, yang menuding Yoon sebagai bencana dan menuntut agar ia dimakzulkan dan dihukum.
“Masyarakat internasional sedang mengamati dengan saksama, menilai bahwa insiden darurat militer tersebut menyingkap kelemahan di dalam masyarakat Korea Selatan… dan bahwa kehidupan politik Yoon Suk Yeol bisa segera berakhir,” menurut laporan itu.
5. Dilarang ke Luar Negeri
Pada Senin, 9 Desember 2024, Kementerian Kehakiman Korea Selatan memberlakukan pelarangan terhadap Yoon Suk Yeol untuk pergi ke luar negeri. Menurut laporan lembaga penyiaran nasional Korea Selatan KBS, larangan tersebut dikeluarkan atas permintaan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi.
Yoon sedang diselidiki atas dugaan pengkhianatan, pemberontakan, makar, dan penyalahgunaan kekuasaan setelah mayoritas anggota parlemen menolak deklarasi darurat militer.
“Pengumpulan materi yang diperlukan adalah prioritas utama… Kami memutuskan berdasarkan tinjauan komprehensif, termasuk kemungkinan dia akan meninggalkan negara ini,” keterangan kepolisian dalam konferensi pers, dikutip dari Antara.
Sita Planasari, Ida Rosdalina turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini