TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah baru saja menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR. Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN Nixon Napitupulu yakin langkah tersebut mampu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membeli rumah.
“BPHTB ini kan di luar harga rumah, transaksi yang harus dibayar di depan. Kalau itu berkurang jauh, kemampuan orang beli rumah jadi naik,” kata Nixon saat berbicang dengan Tempo di sela kunjungan ke aset Perumnas dan PT KAI di Depok, Rabu, 27 November 2024.
Nixon menjelaskan, dua beban masyarakat dalam pembiayaan perumahan terletak pada angsuran dan biaya dimuka. Penghapusan BPHTB, menurutnya, dapat meringankan beban awal masyarakat saat bertransaksi rumah.
“Biaya dimuka kan sudah mengeluarkan DP itu tinggal 1 sampai 5 persen. No isu lah. Satu lagi yang masih gede itu BPHTB yang 5 persen, itu juga bisa hilang,” kata dia.
Seperti diketahui, kebijakan penghapusan BPHTB dan PBG tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, serta Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, Senin, 25 November 2024. Namun, kebijakan penghapusan BPHTB dan retribusi PBG hanya berlaku untuk golongan masyarakat MBR.
Tito Karnavian mengatakan SKB ini menjadi dasar bagi Pemda untuk mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah atau Perkada. Mendagri juga mewanti-wanti kepala daerah untuk berhati-hati. Terlebih, penghapusan pajak ini berpotensi mengurangi pendapatan asli daerah atau PAD.
“Jadi, sekali lagi, kuncinya hanya dibatasi kepada MBR. Jangan sampai nanti disalahgunakan untuk yang berpenghasilan lebih,” kata Tito.
Adapun kriteria MBR yang berhak merasakan kebijakan penghapusan BPHTB dan retribusi PBG telah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/KPTS/M/2023.
Mengacu peraturan tersebut, Tito menjelaskan, MBR di luar Papua adalah masyarakat dengan penghasilan maksimal Rp 7 juta per bulan bagi yang belum menikah dan maksimal Rp 8 juta per bulan bagi yang sudah menikah. Sedangkan di Papua, masyarakat golongan MBR adalah masyarakat dengan gaji maksimal Rp 7,5 juta per bulan bagi yang belum menikah dan maksimal Rp 10 juta per bulan bagi yang sudah menikah.
Riri Rahayu berkontribusi pada artikel ini