TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memprediksi tren femisida intim akan naik. Istilah femisida intim merujuk pada pembunuhan terhadap perempuan dengan motivasi gender, yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, dan mantan pacar.
Dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2023, Komnas mendokumentasikan 159 kasus femisida, dengan jenis terbanyak adalah femisida intim. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, saat ini Komnas masih menganalisis tren femisida sepanjang 2024.
“Dari hasil pemantauan media online sejak 2017, diprediksi jenis femisida intim tetap akan mendominasi pemberitaan kasus femisida tahun ini,” kata perempuan yang akrab disapa Ami ini kepada Tempo, Selasa, 26 November 2024.
Pada 2024, Komnas mencatat, istilah femisida sudah diterima dan digunakan oleh masyarakat untuk menggambarkan bahwa pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelaminnya itu berbeda dengan pembunuhan biasa.
Maraknya penggunaan istilah dan diskusi publik tentang femisida, kata Ami, akan membantu membangun kesadaran publik mengenai manifestasi paling ekstrem dari kekerasan terhadap perempuan itu.
“Kami harapkan juga ada respons dari pemerintah untuk melakukan pendokumentasian femisida, melakukan pencegahan, penegakan hukum, dan pemulihan keluarga korban,” kata Ami.
Adapun Jakarta Feminist, komunitas yang fokus pada isu kesetaraan dan kekerasan berbasis gender, mengungkap bahwa mayoritas pelaku femisida memiliki hubungan dekat dengan korban.
Program Officer Jakarta Feminist, Nur Khofifah, menyoroti relasi personal antara korban dan pelaku dalam mayoritas kasus femisida. “Perempuan yang memiliki relasi intim dengan pelaku menjadi korban paling banyak dalam kasus femisida,” ujar Khofifah dalam kegiatan ‘Peluncuran Laporan Data Femisida 2023’ di Morrissey Hotel, pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Ia merincikan sebanyak 69 korban dari 180 kasus femisida, yang diteliti sepanjang 2023, berstatus sebagai istri, pacar, mantan, hingga selingkuhan dari para pelaku. Khofifah menekankan eratnya relasi kuasa antara pelaku dan korban saat melihat motif femisida.
Dalam laporan data femisida 2023, komunitas tersebut menyebut bahwa mayoritas pembunuhan terjadi karena pelaku sebagai pasangan atau kepala keluarga merasa terganggu oleh pendapat atau sikap korban.
Studi kasus Jakarta Feminist merujuk pada kasus femisida di Merangin, Jambi, saat seorang perempuan ditemukan membusuk di kebun pada 31 Agustus 2023. Polres Merangin menetapkan suami perempuan itu sebagai tersangka. Sang suami mengakui membunuh istrinya karena cemburu dan tidak terima nasihatnya diabaikan oleh korban.
Jakarta Feminist juga menemukan bahwa berakhirnya hubungan antara pelaku dan korban masih berpotensi membuat perempuan menjadi target femisida. Misalnya seorang mantan suami di Cirebon yang menikam tubuh mantan istrinya sebanyak 9 kali lantaran ajakan rujuknya ditolak oleh korban.
“Ketika suatu relasi telah usai bukan berarti korban akan terhindar dari kerentanannya menjadi korban femisida,” demikian laporan data femisida 2023.
Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.