TEMPO.CO, Jakarta – Tim kuasa hukum Tom Lembong merasa optimis permohonan praperadilan Tom Lembong akan dikabulkan oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kuasa hukum Tom, Dodi S Abdulkadir, mengatakan peluang kemenangan untuk Tom cukup besar mengingat pihak termohon, Kejaksaan Agung (Kejagung) belum memiliki bukti yang kuat dan melanggar KUHAP dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Namun, apabila ternyata hakim justru menolak permohonan praperadilan Tom Lembong, Dodi menyampaikan agar menteri yang saat ini menjabat dan menteri-menteri lain di masa lalu harus berhati-hati. “Harus berhati-hati karena artinya satu kaki itu sudah ada di penjara,” kata Dodi kepada Tempo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 25 November 2024.
Dia mengatakan putusan praperadilan Tom Lembong ini juga akan menjadi penentu soal kepastian hukum yang ada di Indonesia. “Kalau keputusan ini ditolak, maka ini seluruh menteri harus berhati-hati. Seluruh menteri bisa dipidanakan, baik menteri-menteri yang sekarang, yang lalu dan yang akan datang,” kata dia.
Dodi juga mengatakan menteri-menteri yang menjabat di era pemerintahan Prabowo Subianto dan sebelumnya mungkin saja akan tersandung pidana karena kebijakan-kebijakan yang pernah diterbitkan oleh mereka.
“Memang keputusan pengadilan ini sangat ditunggu dan akan sangat menentukan terhadap penegakan hukum setelah ini khususnya terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, apakah kebijakan yang diambil oleh pejabat penyelenggara negara Itu dapat langsung dikriminalisasikan,” ujarnya.
Sebelumnya Tom Lembong mengajukan permohonan praperadilan karena merasa penetapan tersangka terhadap dirinya dipenuhi kejanggalan. Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, juga telah membacakan beberapa poin gugatan dalam sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 18 November 2024 lalu.
Ari menyebut Kejaksaan Agung tidak memperhatikan aspek-aspek prosedur penetapan tersangka saat menetapkan mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 itu sebagai tersangka.
Berikut adalah beberapa alasan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong. Pertama, Ari mengatakan Tom Lembong tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihan hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kali.
“Berdasarkan penjelasan KUHAP angka 3, telah ditegaskan bahwa dalam proses penyidikan suatu perkara pidana, Penyidik (in casu TERMOHON) haruslah mengimplementasikan perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, salah satunya kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwa, kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum,” kata Ari saat membacakan poin permohonan.
Akan tetapi, lanjut Ari, pada saat Tom ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 29 Oktober 2024, Kejagung tidak memberikan kesempatan kepada Tom untuk menghubungi dan meminta bantuan dari penasihat hukum yang sesuai kepercayaan dan hati nurani kliennya.
Sebaliknya, Ari mengatakan Kejagung justru memaksakan kehendak dengan menunjuk sendiri penasihat hukum yang akan mendampingi Tom Lembong.
“Melalui surat Penunjukkan Penasihat Hukum Untuk Mendampingi Tersangka No. 34.F.2.Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024 (Bukti P-6), di mana penunjukkan Penasihat Hukum tersebut bukan atas kehendak Pemohon,” ucap dia.
Poin lain alasan permohonan praperadilan Tom Lembong adalah penetapan Tom sebagai tersangka tidak didasarkan pada alat bukti permulaan minimal dua (2) alat bukti. Selain itu, Ari juga menyampaikan alasan yuridis bahwa penetapan tersangka Tom oleh Kejagung dilakukan secara sewenang-wenang atau tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
Poin berikutnya adalah Ari mengatakan Tom sudah tidak lagi menjabat sebagai Menteri Perdagangan sejak 27 Juli 2016, sehingga Menteri Perdangan lain juga harus diperiksa dalam kasus impor gula tersebut.