TEMPO.CO, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi perkembangan terbaru terkait kasus eks Direktur Utama atau CEO Investree yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Otoritas masih berupaya mengejar Adrian Asharyanto Gunadi agar kembali dari luar negeri ke Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya di OJK, Agusman, memastikan otoritas sedang bekerja sama dengan polisi untuk menarik Adrian pulang.
“CEO yang bersangkutan sudah tersangka. Tentu saja, kami bekerja sama dengan penegak hukum untuk ikhtiar mengembalikan dia ke Indonesia,” kata Agusman saat ditemui wartawan usai acara Peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Lembaga Keuangan Mikro 2024-2028 di Hotel Westin Jakarta pada Senin, 25 November 2024.
Adrian diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan dengan menghimpun dana tanpa izin. Sebelumnya Agusman telah menyatakan penyidik OJK berkoordinasi secara intens dengan penyidik Polri. Ia berkata OJK juga sedang mendalami soal dana ilegal yang dihimpun Adrian.
Meski demikian, Agusman tak menjelaskan hasil dan proses penyelidikan kasus secara detail. Dia mengatakan OJK akan menyampaikan hasil dari penyelidikan kasus ini di waktu yang tepat. “Agar tidak mengganggu proses penegakan hukum yang sedang berjalan saat ini,” kata dia kepada Tempo pada Senin, 28 Oktober 2024.
OJK telah mencabut izin usaha Investree pada 21 Oktober 2024. Karena itu, OJK menyebut Investree wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan pembubaran perusahaan dan membentuk tim likuidasi paling lama 30 hari kalender sejak izin usaha dicabut.
Sebelum izin usaha dicabut, Adrian diberhentikan sebagai CEO pada 2 Februari 2024, di tengah tingkat kredit macet perusahaan yang tinggi. Dilansir pada laman resmi Investree ketika itu, tingkat keberhasilan bayar atau TKB90 Investree adalah 83,56 persen.
TKB90 adalah tingkat keberhasilan peer-to-peer atau P2P lending memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 hari sejak jatuh tempo. Sebaliknya, untuk mengetahui tingkat kredit macet P2P lending, digunakan tingkat wanprestasi atau TWP90. OJK menilai rasio kredit macet pinjaman online atau pinjol dalam periode 90 hari.
Jika TKB90 Investree adalah 83,56 persen, maka TWP90-nya mencapai 16,44 persen. Angka tingkat kredit bermasalah ini lebih tinggi dari ketentuan OJK yang sebesar 5 persen.
Pada Senin, 28 Oktober lalu, sebanyak 22 lender menggugat perdata PT Investree Radika Jaya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan perbuatan melawan hukum usai izin perusahaan itu dicabut Otoritas Jasa Keuangan. Jumlah kerugian 22 penggugat itu sebesar Rp 2.581.833.388.
Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Jakarta Selatan gugatan itu teregister pada Senin, 28 Oktober 2024 dengan nomor perkara 1123/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Sidang perdana perkara ini dijadwalkan pada 19 November 2024.
Berdasarkan data OJK, jumlah pengaduan terkait Investree yang masuk dalam sistem OJK ada sekitar 561 pengaduan.
“Kalau ditotal dari jumlah pengaduan fintech, mungkin ini sekitar 3 persen dari total pengaduan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) pada 1 November 2024.
Menurut Friderica, yang akrab disapa Kiki, tiga pokok permasalahan yang paling banyak disampaikan konsumen adalah mengenai kegagalan atau keterlambatan transaksi, imbal hasil, dan margin keuntungan.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini