TEMPO.CO, Jakarta – Setiap tanggal 25 November, seluruh masyarakat di dunia memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Dilansir dari laman Komnas Perempuan dan Anak, di Indonesia, peringatan ini diperluas menjadi kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang berlangsung hingga 10 Desember, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Internasional.
Sejarah Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Berdasarkan Informasi yang dinukil dari United Nation, peringatan ini bermula pada 1981, saat para aktivis hak perempuan di Kongres Perempuan Amerika Latin dan Karibia pertama kali mencetuskan tanggal 25 November sebagai hari melawan kekerasan berbasis gender.
Tanggal ini dipilih untuk mengenang perjuangan tiga saudara perempuan, Patria, Minerva, dan MarĂa Teresa Mirabal, yang dikenal sebagai Mirabal Bersaudara. Mereka adalah aktivis politik yang dengan gigih melawan kediktatoran Rafael Trujillo, penguasa Republik Dominika kala itu. Perjuangan mereka berakhir tragis ketika mereka dibunuh secara brutal oleh kaki tangan Trujillo pada 25 November 1960. Kisah Mirabal bersaudara menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan berbasis gender.
Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada 20 Desember 1993 (Resolusi 48/104).
Penetapan resmi 25 November sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada 7 Februari 2000 (Resolusi 54/134).
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia, yang berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember, bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melawan kekerasan berbasis gender. Aktivis, pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil diajak untuk berkolaborasi dalam upaya ini.
Dikutip dari data tempo.co, berbagai data menunjukkan bahwa kekerasan berbasis gender masih marak terjadi seperti 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual sepanjang hidupnya. Sementara itu di Indonesia, 2 dari 3 korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan.
Kemudian 35 persen perempuan di dunia mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan intim. Sedangkan 51 persen korban perdagangan manusia adalah perempuan, yang sering kali dijebak dalam eksploitasi seksual.
Dalam ranah global, sekitar 120 juta anak perempuan dipaksa melakukan hubungan seksual. Sebanyak 125 juta perempuan dan anak perempuan di 29 negara di Afrika dan Timur Tengah mengalami sunat. Di sektor pendidikan, kekerasan juga terjadi. Sebuah survei di 27 universitas Amerika Serikat pada 2015 menemukan bahwa 23 persen mahasiswi pernah menjadi korban kekerasan seksual.
KARUNIA PUTRI | KOMNAS PEREMPUAN DAN ANAK | UNITED NATIONS | TIM TEMPO.CO
Pilihan Editor: Penyebab Kekerasan Seksual di Kampus Terus Berulang