TEMPO.CO, Jakarta – Polisi Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) kembali menjadi sorotan setelah anggotanya saling tembak-menembak di daerah Solok Selatan. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan AKP Ulil Ryanto Anshari ditembak rekannya sendiri saat sedang menangani kasus. Penembakan dilakukan oleh Kepala Bagian Operasi Polres Solok, AKP Dadang Iskandar.
Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono membenarkan kejadian ini. “Benar, telah terjadi penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan. Ini adalah tragedi yang sangat kami sesalkan,” ujarnya saat Konferensi Pers di Rumah Sakit Bhayangkara Padang, Jumat, 22 November 2024.
Menurut laporan awal, peristiwa polisi tembak polisi itu terjadi pada Jumat dini hari, 22 November 2024 sekitar pukul 00.43 WIB. Lokasi penembakan di parkiran Polres Solok Selatan. Motifnya diduga tidak senang dengan penangkapan yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Solok Selatan.
Kronologi kejadian bermula ketika Satuan Reskrim Polres Solok Selatan sedang melakukan penyelidikan terhadap lokasi galian tambang C ilegal dan menangkap terduga pelaku. Saat menuju Polres, korban mendapat telepon dari pelaku untuk mengkonfirmasi penangkapan tersebut. Sesampainya tersangka di Polres, dilakukan pemeriksaan di Ruang Reskrim Polres Solok Selatan.
Saat personel berada dalam ruangan, terdengar bunyi tembakan dari luar, dan saat diperiksa keluar, Kasat Reskrim sudah terkena tembakan dan tidak bergerak. Personel Satreskrim itu melihat korban sudah tergeletak tak bergerak dengan luka tembak di bagian kepala.
Bersamaan dengan itu, para personel juga melihat mobil dinas pelaku meninggalkan TKP. Saat terjadi penembakan, hanya terdapat Kabag Ops dan Kasat Reskrim di TKP. Dadang langsung meninggalkan lokasi menggunakan mobil dinas Isuzu Dmax bernomor polisi 3-46. Penyelidikan sementara menyebutkan pelaku menggunakan senjata api dinas jenis pistol HS dengan nomor seri 260139.
Polisi menemukan sembilan selongsong peluru kaliber 9 mm di dua lokasi berbeda. “Sebanyak dua selongsong ditemukan di area dekat ruang identifikasi, sementara tujuh lainnya ditemukan di rumah dinas Kapolres,” kata Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono.
Kemudian, sekitar pukul 03.00 WIB Dadang menyerahkan diri kepada pihak Polda Sumbar. “Saat ini pelaku masih dilakukan penyelidikan di Polda Sumbar. Motifnya masih didalami,” kata Suharyono.
Kasus Kematian Afif Maulana
Sebelumnya, Polda Sumbar juga mendapat sorotan dalam kasus kematian bocah tiga belas tahun, Afif Maulana. Kasus itu bermula saat Afif bersama anak-anak lain yang diduga hendak tawuran bertemu dengan polisi yang sedang patroli di dekat Jembatan Kuranji, Padang, pada 9 Juni 2024 dini hari.
Berdasarkan investigasi Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang, pada saat itu sepeda motor yang dikendarai A dan ditumpangi AM diduga ditendang polisi hingga terjatuh. Mereka pun dibawa ke markas Polsek Kuranji untuk dimintai keterangan. Pada saat diperiksa, ada tujuh korban yang diduga mengalami penyiksaan, termasuk AM, bahkan hingga nyawanya melayang.
Jasad Afif Maulana ditemukan pada hari yang sama, sekitar pukul 11.00 di aliran sungai dekat Jembatan Kuranji. Polda Sumbar membantah bahwa personel yang berpatroli pada hari kejadian melakukan penyiksaan terhadap anak itu. Afif justru disebut melompat ke sungai untuk menghindari penangkapan polisi.
Meskipun begitu, Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono, mengakui adanya kesalahan prosedur anggotanya dalam penanganan 18 remaja terduga pelaku tawuran di Kota Padang.
Ia menyebut ada 45 anggotanya yang melampaui kewenangan dalam menangani 18 pelaku tawuran di Polsek Kuranji. “Ada 45 personel anggota yang diperiksa Propam terkait 18 orang yang diperiksa di Polsek Kuranji,” kata Suharyono seperti dikutip dari Antara, Rabu, 26 Juni 2024.
Kasus Konflik Nagari Kapa
Pada 11 Oktober 2024, sejumlah petani Nagari Kapa, Pasaman Barat, menggelar demonstrasi di depan Polda Sumbar. Mereka menuntut Kapolda Sumbar menarik personelnya dari wilayah PT Permata Hijau Pasaman. Para petani yang berbaju hijau mendatangi Polda Sumbar sekitar pukul 16.00 WIB sambil membawa beberapa poster.
Mereka juga membentangkan kain berwarna hitam di depan Polda Sumbar. Kain itu bertuliskan ‘Sumbar Melawan Oligarki, Demokrasi Tidak Boleh Mati’. Dalam demo itu, massa juga membawa bendera Serikat Petani Indonesia (SPI). Mereka beteriak, “Kapolda Sumbar turun, temui kami.”
Ketua SPI Pasaman Barat Januardi mengatakan, para petani yang sedang menghadapi konflik agraria dengan PT Permata Hijau Pasaman ingin Polda Sumbar menarik anggotanya yang berjaga di Nagari Kapa. “Kami mendesak anggota kepolisian dari lokasi prioritas reforma agraria yang telah ditetapkan Kementerian Agraria Tata Ruang dan BPN, sebagai lokasi prioritas reforma agraria,” ujarnya.
Saat itu, Januardi mengatakan ada sejumlah personel Polda Sumbar masih berada di Nagari Kapa mengawal PT PHP 1 yang mengerahkan alat berat untuk menanami lahan dengan sawit.
ANANDA RIDHO SULISTYA | FACHRI HAMZAH | ANTARA | CICILIA OCHA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA