Travel

73 Korban Tragedi Kanjuruhan Ajukan Restitusi Rp 17,5 M, Sidang Pertama Ditunda

2
×

73 Korban Tragedi Kanjuruhan Ajukan Restitusi Rp 17,5 M, Sidang Pertama Ditunda

Share this article


TEMPO.CO, Surabaya – Penundaan sidang pertama permohonan restitusi oleh 73 orang korban tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 21 November 2024, membuat kuasa hukum mereka dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya sedikit kecewa. Sidang ditunda karena tiga orang terpidana dari kepolsian tidak hadir.

Polda Jawa Timur meminta sidang restitusi atas tiga anggotanya ditunda dengan alasan situasi sedang tidak kondusif menjelang pilkada. Adapun dua termohon dari unsur sipil mengirimkan pengacaranya.

Meski penundaan sidang merupakan hal yang lumrah namun LBH Surabaya berharap polisi tak mengabaikan panggilan pengadilan. “Dalam proses persidangan penundaan sebetulnya hal yang wajar, tapi kami harap polisi tak mengabaikan lagi panggilan sidang,” kata Divisi Advokasi LBH Surabaya Jauhar Kurniawan.

Menurut Jauhar 73 orang yang mengajukan restitusi itu tak hanya dari keluarga korban meninggal saja, namun juga korban yang saat itu mengalami luka-luka. Adapun pihak yang dimintai restitusi, kata Jauhar, adalah lima terdakwa kasus Kanjuruhan. Sebab ada ruang untuk mengajukan restitusi pada mereka.

“Total keseluruhan restitusi yang kami minta, sesuai hitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sebanyak Rp 17,5 miliar,” kata Jauhar.

Dia berujar pengajuan permohohan restitusi melalui LPSK atas putusan pidana terhadap lima terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan dilakukan 73 korban sejak 3 Oktober 2023. Namun baru satu tahun kemudian permohonan tersebut direspons pengadilan.

“Kami menyayangkan proses yang panjang ini. Tapi di sisi lain kami melihat ini menjadi satu angin segar bagi keluarga korban sebagai rangkaian mereka untuk menuntut keadilan atas tragedi Kanjuruhan,” kata dia.

Jauhar mengatakan restitusi merupakan hak hukum  korban kasus pidana. Untuk kasus Kanjuruhan, restitusi termasuk ruang pemulihan dari terpidana kepada korban. Korban, kata Jauhar, menggunakan mekanisme yang diatur undang-undang, tidak melihat apakah mereka menderita atau tidak pascakejadian itu.

“Jumlah Rp 17,5 miliar itu hitungan LPSK, kami tidak paham rumus detailnya,” kata Jauhar.

Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022 pasca pertandingan BRI Liga 1 Indonesia antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tragedi tersebut diawali saat para penonton turun ke lapangan, dalam merespons hal tersebut aparat menembakkan gas air mata yang menyebabkan penonton panik.

Berdasarkan laporan Majalah Tempo edisi 26 Maret 2023, ada 135 orang meninggal, 96 luka berat dan 484 luka ringan dari tragedi Kanjuruhan.

Tragedi Kanjuruhan merupakan salah satu tragedi kelam yang pernah terjadi di kancah persepakbolaan, bahkan disorot secara nasional dan internasional masyarakat sepak bola dunia. Tragedi ini juga menempati peringkat kedua peristiwa sepakbola paling mematikan di dunia di bawah Tragedi Estadio Nacional.

Ada lima orang yang dijadikan tersangka dalam tragedi kemanusiaan itu. Mereka adalah Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Officer Steward Suko Sutrisno. Keduanya disangkakan melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Tiga tersangka lainnya dari unsur kepolisian, yakni Kabag Ops Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarman. Mereka dinilai melanggar ketentuan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Namun, kelima terdakwa menerima vonis ringan di Pengadilan Surabaya dengan hukuman paling lama 1 tahun 6 bulan penjara dan 2 terdakwa lainnya divonis bebas.  Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan penjara, Suko Sutrisno 1 tahun penjara, Hasdarmawan 1 tahun 6 bulan penjara. Sedangkan Bambang Sidik Achmadi dan Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas.

Namun, dalam kasasi jaksa di Mahkamah Agung Bambang dihukum 2 tahun, Wahyu 2 tahun 6 bulan, dan Abdul Haris menjadi 2 tahun penjara.

KHUMAR MAHENDRA berkontribusi terhadap artikel ini.

Pilihan Editor: Temuan Komnas HAM pada Tragedi Kanjuruhan



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *